Klaten, Tribuncakranews.com // Selasa 25 November 2025 — Sejumlah relawan atau karyawan di Dapur SPPG Sajen 2, Kecamatan Trucuk, Klaten, mengeluhkan sikap Kepala Dapur yang bernama Muh. Syuhaib (Sueb). Mereka menilai kepemimpinan Sueb tidak mencerminkan etika dan profesionalitas dalam dunia kerja.
Keluhan tersebut disampaikan beberapa relawan saat ditemui awak media. Mereka menyebut gaya komunikasi Sueb sering dianggap kasar, tidak sopan, dan tidak menghargai relawan yang usianya lebih tua.
“Tidak pantas kalau Kepala Dapur berbicara dengan nada seperti itu. Banyak relawan yang merasa tidak nyaman,” ujar salah satu relawan berinisial M.
Ancaman dan SP Mendadak
Beberapa relawan mengaku diancam dikeluarkan, bahkan ada yang langsung menerima Surat Peringatan (SP) 2 tanpa proses pembinaan.
“Dia bilang, ‘Saya kalau mengeluarkan kamu bisa kok’. Padahal kami tidak diberi tahu kesalahan apa,” lanjut relawan M.
Relawan lain juga mengaku terkejut karena langsung menerima SP 2 tanpa pemanggilan atau penjelasan. Mereka menilai prosedur tersebut tidak sesuai mekanisme manajemen yang semestinya dilakukan secara bertahap.
“Tahu-tahu sudah SP 2. Kami tidak merasa dipanggil atau diberi pembinaan dulu,” ujar salah satu relawan lain yang enggan disebut namanya.
Akibatnya, beberapa relawan menjadi resah dan tidak nyaman bekerja. Bahkan salah satu relawan menyebut suaminya menyarankan untuk mengundurkan diri setelah menerima SP 2 mendadak tersebut.
Kritik Terhadap Respons dan Etika Kerja
Di sisi lain, relawan juga menyoroti sulitnya menghubungi Sueb baik melalui chat maupun telepon. Pesan yang terkirim ke nomor Sueb disebut tidak menunjukkan centang biru, meski diduga sudah dibaca.
Selain itu, awak media menerima informasi bahwa Sueb — bersama seorang Ahli Gizi yang menjadi partner kerjanya — diduga juga ikut menjadi supplier, yang menurut relawan bukan bagian dari tupoksi mereka.
Dugaan Pelanggaran Etika Ruang Kerja
Informasi lain yang diterima media menyebut ruang kerja staf dapur (Kepala Dapur, Ahli Gizi, dan Akuntansi) sering dikunci untuk ditiduri bersama sekitar pukul 23.00 WIB. Kedua staf perempuan serta Kepala Dapur disebut tidur dalam satu ruangan yang sama.
Hal ini menyebabkan relawan yang membutuhkan perlengkapan atau administratif di malam hari tidak dapat masuk karena ruangan terkunci.
Praktik tersebut dinilai tidak etis, mengingat posisi mereka bukan mukhrim, serta ruang kerja seharusnya tidak dijadikan tempat tidur bersama.
Harapan Agar Yayasan dan BGN Turun Tangan
Melihat berbagai keluhan dan dugaan pelanggaran tersebut, para relawan berharap Yayasan selaku atasan langsung SPPG segera melakukan pembinaan dan evaluasi.
Mereka meminta agar BGN (Badan Gizi Nasional) turut memberi perhatian, demi menjaga profesionalitas dan kenyamanan kerja di Dapur Sajen 2.
Relawan berharap jika diperlukan, posisi Kepala Dapur diganti dengan sosok yang lebih profesional, santun, dan sesuai aturan.
Terkait Insentif MBG untuk Sekolah
Selain persoalan internal dapur, awak media juga menerima keluhan dari pihak sekolah yang menjadi penerima KPM.
Menurut mereka, sesuai Surat Edaran BGN Nomor 5 Tahun 2025, petugas penerima MBG di sekolah seharusnya mendapatkan insentif Rp 100.000 per hari, dibayarkan setiap 10 hari sejak awal September 2025.
Namun hingga kini, sejumlah pihak sekolah mengaku belum menerima insentif tersebut.
“Sampai sekarang belum diterima. Padahal menurut SE, sudah harus berjalan,” ujar salah satu pendidik penerima MBG.
Demikian laporan berdasarkan keterangan relawan, karyawan, dan pihak sekolah. Diharapkan Yayasan serta BGN dapat segera menindaklanjuti berbagai temuan dan keluhan ini. (Sus.Wd)

