Dugaan Pungli PTSL di Purworejo, Warga Terancam Jadi Korban

Purworejo, TribunCakranews.com  – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang digagas pemerintah pusat untuk memberi kepastian hukum kepemilikan tanah, kini dinodai dugaan pungutan liar (pungli) di Desa Popongan, Kecamatan Banyuurip, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Sejumlah warga mengaku diminta membayar Rp500 ribu per bidang tanah oleh panitia PTSL desa. Bahkan, bagi warga yang melakukan pemecahan bidang, biaya bisa membengkak hingga Rp600 ribu.

“Saya bayar Rp500 ribu per bidang. Waktu pecah bidang, saya diminta tambahan Rp100 ribu. Jadi total Rp600 ribu per bidang,” ungkap seorang warga Dusun Dukuh, Selasa (3/9/2025).

Hal senada disampaikan warga Dusun Karangjati. “Saya ikut PTSL satu bidang. Diminta bayar Rp500 ribu, tapi katanya nanti dibayar kalau sertifikat sudah jadi,” ujarnya.

Menyalahi SKB Tiga Menteri

Padahal, aturan resmi sudah jelas. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tahun 2017 antara Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Mendes PDTT, biaya partisipasi masyarakat dalam PTSL dibatasi maksimal Rp150 ribu. Segala pungutan di atas angka tersebut termasuk kategori pungli dan berpotensi melanggar hukum.

Jika dugaan ini benar, maka panitia desa telah membebani warga jauh di atas batas yang diperbolehkan. Situasi ini menimbulkan keresahan, terlebih program PTSL sejatinya ditujukan untuk mempermudah masyarakat kecil memperoleh sertifikat tanah secara cepat, mudah, dan murah.

Klarifikasi Desa

Sekretaris Desa Popongan, Sunarti, tak menampik adanya pungutan Rp500 ribu per bidang. Ia menyebut biaya itu disepakati bersama desa-desa se-Kecamatan Banyuurip.

“Dana Rp500 ribu dipakai untuk banyak kebutuhan teknis, mulai pembentukan tim, sosialisasi, materai, ATK, konsumsi, hingga pengadaan patok. Semua sudah dibicarakan dalam musyawarah desa,” jelas Sunarti.

Ia menambahkan, jumlah bidang tanah yang ikut program mencapai 350–360 bidang, termasuk tanah bengkok desa. “Pembayaran dilakukan lewat bendahara tim PTSL, bukan bendahara desa,” tegasnya.

Namun, soal adanya tambahan biaya Rp100 ribu untuk pemecahan bidang, Sunarti mengaku tidak tahu. “Secara administrasi, yang masuk ke desa hanya Rp500 ribu, tidak ada penambahan,” katanya.

Rakyat Kecil Jadi Korban

Meski pihak desa mengklaim pungutan tersebut hasil kesepakatan bersama, sejumlah warga menilai praktik ini memberatkan. Program yang semestinya meringankan justru berpotensi menjadi beban baru.

“Program pemerintah pusat itu bagus, tapi kalau di bawah masih ada pungutan seperti ini, rakyat kecil yang jadi korban,” kata salah seorang warga. (Surjono)

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama