DPP Aliansi Indonesia Desak Kapolda & Gubernur Kaltim Bongkar Mafia Ijazah Palsu di Kutai Timur

Sanggata Kalimantan Timur, Tribuncakranews.com – Kasus dugaan pemalsuan ijazah Paket C yang kembali terkuak di Kutai Timur bukan sekadar persoalan dokumen pendidikan abal-abal. Ini adalah potret gelap praktik pemalsuan sistematis yang bermula dari berbagai laporan masyarakat, namun tak pernah benar – benar ditangani secara serius oleh aparat penegak hukum. Kini kasus itu muncul lagi — lebih besar, lebih berani, dan lebih merugikan. Pada Hari Minggu/23/11/2025.

Saat kami konfirmasi ulang Ketua Pimpinan DPP BP2 TIPIKOR – Lembaga Aliansi Indonesia, Serta Sekretaris Redaksi Media Aktivis-Indonesia.Co.Id. , Agustinus Petrus Gultom, S.H. menyampaikan dengan tegas kasus ini kami kawal sampai tuntas ke akarnya, kalau para pejabat instansi pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur tidak sanggup serta Kapolda Kalimantan Timur tidak bisa membasmi, memberantas sindikat mafia Ilegal penerbitan dokumen palsu atau ijazah palsu, maka dari itu kasus ini akan di tindak lanjuti ke Kementerian Pusat dan Mabes Polri guna penyelidikan lebih lanjut nya, apabila dari Kalimantan Timur tidak bisa menuntaskannya, ” Tegas Agustinus Petrus Gultom.

“Bukti ijasah dugaan palsu Sudah ada bahkan ijasah baru dengan nama yg sama dan tanda tangan yang sama juga ada,kenapa bisa lambat proses penyelidikan nya, ini semua menjadi tanda tanya besar dimanakah APH & Pemerintah Aparatur Negara sampai tidak bisa menindaklanjuti kasus ini ….. ????? Hampir 9 bulan lamanya kasus ini berjalan”

Temuan LSM Gempur Kutai Timur mengungkap sebuah fakta yang menggelitik logika : tanda tangan oknum Kepala Desa aktif kembali muncul dalam ijazah yang tidak terdaftar, sama persis dengan kasus lama yang pernah dilaporkan ke pihak berwajib.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin pola kejahatan yang sama berulang tanpa ada tindakan nyata?

Pola Lama, Aktor Lama, Celah Hukum yang Sama

Dari penelusuran LSM Gempur, terdapat kesamaan mencolok antara kasus lama dan kasus yang baru terungkap:

Dokumen ijazah menggunakan lembaga pendidikan tidak terdaftar.

Nomor NPSN fiktif atau tidak ditemukan di sistem resmi Kemendikbud.

Format ijazah sama, bahasa yang digunakan sama, bahkan cap lembaga serupa.

Tanda tangan pejabat desa aktif identik secara visual, menunjukkan kemungkinan penyalinan atau penggunaan template.

Dalam investigasi kasus pemalsuan dokumen, kesamaan pola merupakan sinyal kuat bahwa pelakunya memahami bahwa mereka bekerja dalam ruang bebas risiko. Laporan lama yang mandek memberi pesan bahwa aparat tidak bergerak. 

Itu sebabnya “pabrik ijazah” seperti ini bisa beroperasi lagi.

Ketika Hukum Diam, Para Pemalsu Berbicara

Pasal 263 Ayat (1) KUHP jelas mengancam pelaku pemalsuan surat dengan hukuman enam tahun penjara. Namun angka itu hanya tertulis di buku hukum—tidak terlihat dalam tindakan.

Catatan investigatif kami menemukan bahwa laporan sebelumnya yang dibuat oleh masyarakat melalui LSM Gempur tidak pernah mendapatkan perkembangan berarti. Tidak ada penetapan tersangka, tidak ada pendalaman peran pejabat desa terkait, tidak ada audit dokumen, dan tidak ada penyitaan barang bukti.

Kekosongan tindakan itu melahirkan keberanian baru.

Pelaku yang dahulu tersentuh laporan, kini tampaknya kembali bermain — bahkan lebih terang-terangan. Mereka tahu hukum tidak berjalan, sehingga risiko menjadi kecil.

Kerugian Masyarakat: Uang Hilang, Pekerjaan Gagal, Harapan Retak

Kami mewawancarai beberapa warga yang menjadi korban program ijazah Paket C abal-abal tersebut. Mereka membayar biaya program, mengikuti kegiatan yang disebut “kelas penyetaraan”, namun saat mengajukan lamaran pekerjaan, ijazah mereka ditolak perusahaan.

Para korban kini menanggung beban ganda :

Kerugian materi dari biaya program yang mereka bayar.

Kerugian masa depan karena dokumen tidak sah.

Mereka bukan pencari jalan pintas. Mereka korban sistem yang memanfaatkan ketidaktahuan mereka.

Dugaan Penyalahgunaan Jabatan : Kepala Desa dalam Sorotan

Bagian paling mengkhawatirkan dari kasus ini adalah kemunculan tanda tangan pejabat desa aktif dalam dokumen ilegal. Bila benar Kepala Desa memberikan tanda tangannya untuk ijazah paket C tidak resmi, ini bukan hanya tindak pidana pemalsuan dokumen, melainkan indikasi:

Penyalahgunaan jabatan

Persekongkolan dengan pihak penerbit ijazah palsu

Komersialisasi tanda tangan pejabat

Dalam perspektif hukum administrasi, pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya dapat dikenai tindak pidana korupsi apabila perbuatannya mengarah pada keuntungan pribadi atau pihak lain.

Ini bukan persoalan kecil—ini persoalan integritas negara di tingkat desa.

Mengapa Aparat Tidak Bergerak ?

Dalam setiap investigasi hukum, pertanyaan paling penting bukan hanya “siapa pelakunya?”, tetapi “mengapa dibiarkan ?”.

Ada dua kemungkinan:

Kasus lama dianggap tidak prioritas, sehingga pelaku memanfaatkan celah itu.

Ada keterlibatan pihak internal yang membuat penyelidikan berjalan lambat.

Kedua kemungkinan ini sama berbahayanya.

Ketika penegakan hukum melemah, jaringan pemalsuan dokumen akan berkembang seperti jamur. 

Kasus Kutim bukan satu-satunya di Indonesia, tetapi salah satu yang ujarannya paling gamblang: aparat tahu, tapi tidak bergerak.

Masyarakat Kutai Timur Berhak atas Kepastian Hukum

Melalui Jendela Hukum ini, kami menyerukan:

Kasus lama harus dibuka kembali — dengan audit dokumen dan pemeriksaan ulang.

Oknum pejabat desa harus diperiksa secara terbuka.

Jaringan penerbit ijazah palsu harus diusut dari hulu hingga hilir, termasuk siapa yang menyediakan blanko, cap, format, dan siapa yang mengumpulkan peserta.

Para korban harus mendapat pendampingan hukum serta pengembalian hak.

Ini bukan sekadar kasus hukum.

Ini adalah ujian komitmen aparat penegak hukum Kutai Timur terhadap amanat publik.

Hukum harus kembali berfungsi sebagai pagar, bukan hiasan.

Jika pelaku pemalsuan tanda tangan dibiarkan bebas hanya karena ketiadaan tindakan dari kasus sebelumnya, maka pesan yang disampaikan kepada masyarakat Kutai Timur sangat jelas: hukum bisa diremehkan, jabatan bisa disalahgunakan, dan rakyat akan terus menjadi korban.

Kita pantas menolak kenyataan itu.

Salah satu masyarakat saat kami konfirmasi juga menambahkan yang tak mau di sebut namanya.”

“Apa yang di sampaikan salah satu organisasi itu emank benar,dugaan kasus ijasah ini namun sampai hari ini masih terasa gantung belum ada kejelasan.. ?.”

“Baru-baru ini kami juga mempertanyakan soal kasus dugaan ijasah palsu ini ini bahkan membawakan tambahan

Ijasah palsunya karena bukan hanya 1 orang namun ada beberapa”ucapnya

“Ada dua laporan yang kami aduhkan

Dugaan ijasah palsu

Dugaan penggelapan dana masyarakat

Laporan dugaan ijasah palsu ini kami juga udah laporkan ke link Yanduan propam MABES polri.”namun surat tanda terima yg kami di berikan belum ada bubuhan tanda tangan dan stempe,juga jadi tanda tanya apa kah sudah sampai atau belum ? .”Tutur nya kembali

Sesuai harapan Masyarakat,kasus ini cepat terungkap karena udah terlalu lama belum ada tindakan yang mendasar sesuai aturan yang berlaku.

Reporter : Redaksi

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama