JAKARTA, TRIBUNCAKRANEWS.COM — Fakta mencengangkan kembali mengguncang Indonesia. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penyitaan uang senilai Rp 11,8 triliun dari lima perusahaan di bawah Wilmar Group, dalam kasus dugaan korupsi fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang melibatkan suap, penyalahgunaan kewenangan, dan keterlibatan pejabat yudikatif.
Angka Rp 11,8 triliun ini menjadi penyitaan terbesar dalam sejarah penegakan hukum Indonesia.
Tumpukan Uang atau Bukti Kejahatan? Wilmar Mengklaim “Jaminan”, Jaksa Bilang “Bayar Kerugian Negara”
Kelima entitas Wilmar yang terlibat adalah:
PT Multimas Nabati Asahan
PT Multinabati Sulawesi
PT Sinar Alam Permai
PT Wilmar Bioenergi Indonesia
PT Wilmar Nabati Indonesia
Wilmar mengklaim uang itu adalah “dana jaminan” untuk menunjukkan iktikad baik menghadapi proses hukum. Namun pernyataan resmi Kejagung bertolak belakang:
> “Uang ini untuk membayar kerugian negara akibat kejahatan korupsi ekspor CPO,” tegas Jaksa Sutikno, sembari memamerkan tumpukan uang tunai senilai Rp 2 triliun dalam konferensi pers yang viral di media sosial.
Media Asing Turun Tangan, Dunia Bisnis Internasional Geger!
Empat media utama dunia mengangkat kasus ini secara masif:
Reuters (AS): Wilmar Group hands over $725 million in palm oil graft case
Business Times (Singapura): Saham Wilmar anjlok 4% akibat penyitaan Kejagung
The Edge (Malaysia): Wilmar serahkan 3,1 miliar Ringgit untuk elak hukuman hukum Indonesia
CNA (Singapura): Kejagung Indonesia sita US$725 juta dari Wilmar, usai hakim kasus ditangkap
FAKTA MENGEJUTKAN: Hakim Terima Suap Rp 60 Miliar, Pegawai Wilmar Ditahan
Dalam pengembangan kasus ini, terkuak bahwa:
Seorang hakim yang semula membebaskan Wilmar ditangkap April 2025 karena menerima suap Rp 60 miliar.
Seorang karyawan Wilmar ikut ditahan karena keterlibatannya dalam proses permufakatan jahat suap-menyuap.
Langkah banding Kejagung bukan tanpa alasan. Vonis bebas terhadap Wilmar sebelumnya diduga hasil manipulasi pengadilan.
Saham Wilmar Anjlok, Reputasi Terjerembab
Kasus ini langsung berdampak ke pasar modal:
Saham Wilmar International anjlok 4% di bursa Singapura sesaat setelah pengumuman penyitaan.
Nilai perusahaan terpangkas ratusan juta dolar AS dalam semalam.
Publik Bertanya: Ini Jaminan atau “Cuci Nama”?
Pengamat hukum menilai adanya dualisme narasi dalam kasus ini sebagai bentuk ketidakterbukaan:
> “Kalau itu jaminan, mengapa Kejagung menyebutnya sebagai pengembalian kerugian negara? Ini bisa menjadi modus baru pencucian citra korporasi,” ujar pakar hukum pidana Prof. R. Sutrisno dari UGM.
Fakta Mengejutkan Lainnya:
1. Rp 11,8 Triliun itu setara dengan anggaran 2 provinsi selama setahun penuh.
2. Indonesia sempat menjadi eksportir sawit terbesar dunia, tapi tercoreng karena permainan mafia ekspor.
3. Kejagung menyebut “Liga Korupsi Indonesia” dan menempatkan kasus Wilmar di posisi puncak klasemen.
Kesimpulan: Skandal Global dengan Akar Lokal
Kasus Wilmar bukan hanya skandal keuangan, melainkan simbol rusaknya sistem hukum dan ekspor nasional. Dengan pengakuan “uang jaminan” di satu sisi dan “kerugian negara” di sisi lain, publik layak mempertanyakan:
Apakah hukum hanya untuk yang kecil?
Mengapa vonis bebas bisa terjadi di tengah bukti uang triliunan?
Berapa banyak lagi konglomerat yang ‘membayar untuk bebas’?