Garut.Tribuncakranews.com - Pendidikan sebagai hak fundamental setiap warga negara harus dikelola dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan legalitas. Namun, di Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, muncul dugaan maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin operasional Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Indikasi pelanggaran ini diduga melibatkan oknum pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, yang mengeluarkan izin tanpa rekomendasi dari Penilik Pendidikan Nonformal (PNF) setempat. Sabtu, 22-03-2025.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Kecamatan Pakenjeng memiliki 22 PKBM yang menaungi 3.249 peserta didik, 161 rombongan belajar, 50 guru, 24 tenaga kependidikan, 99 ruang kelas, dan 3 ruang perpustakaan. Namun, hanya satu PKBM yang memiliki rekomendasi resmi dari PNF Kecamatan Pakenjeng dalam sepuluh tahun terakhir. Sementara itu, 21 lembaga lainnya tidak diketahui siapa yang menerbitkan rekomendasi mereka, meskipun rekomendasi tersebut merupakan syarat wajib untuk penerbitan izin operasional.
Encang Hidayat, S.Pd., M.Si., selaku Penilik PNF Kecamatan Pakenjeng, mengungkapkan bahwa pengelolaan PKBM di wilayahnya sulit untuk dikoordinasikan. “Dari 22 PKBM yang ada, hanya beberapa yang aktif menghadiri rapat koordinasi. Sebelum turunnya Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), jumlah PKBM di Pakenjeng hanya lima. Namun, setelah adanya BOSP, jumlahnya melonjak tajam,” ungkapnya.
Encang menegaskan bahwa dari 22 PKBM yang ada, hanya PKBM Daarut Tarbiyah yang mendapatkan surat rekomendasi resmi dari PNF. “Untuk 21 lembaga lainnya, saya tidak tahu siapa yang mengeluarkan rekomendasi mereka, karena saya sendiri tidak pernah menandatangani dokumen tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Encang menjelaskan bahwa pada masa Kabid Yusuf, PNF memiliki kewenangan verifikasi PKBM. Namun, setelah pergantian Kabid H. Entib dan Kasi H. Iyan Dikmas, kewenangan tersebut dicabut, dan seluruh proses verifikasi dilakukan langsung oleh tim dari Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, tanpa melibatkan penilik di kecamatan. “Setelah pergantian pejabat di Dinas Pendidikan, seolah-olah peran penilik tidak difungsikan lagi. Verifikasi dilakukan langsung oleh tim dari dinas tanpa ada kejelasan kriteria yang digunakan,” tambahnya.
Dalam perspektif hukum administrasi negara, penerbitan izin operasional PKBM tanpa rekomendasi yang sah dapat dikategorikan sebagai cacat prosedur. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh badan atau pejabat pemerintahan harus memenuhi asas legalitas, kecermatan, dan akuntabilitas.
Apabila benar ada izin operasional PKBM yang diterbitkan tanpa rekomendasi dari PNF, maka tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum dan bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Lebih jauh, jika ditemukan unsur penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan pihak tertentu dan merugikan negara atau masyarakat, maka hal ini berpotensi masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam :
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara)
Pasal 12 Huruf e UU No. 31 Tahun 1999, yang melarang pejabat negara menyalahgunakan kewenangannya dalam penerbitan perizinan.
Mengingat besarnya dampak dari dugaan pelanggaran ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Garut harus memberikan klarifikasi resmi terkait mekanisme penerbitan izin operasional PKBM di Pakenjeng. Selain itu, Inspektorat dan Kejaksaan perlu melakukan investigasi menyeluruh guna memastikan tidak adanya penyimpangan hukum dalam proses perizinan ini.
Dalam negara hukum, setiap kebijakan publik harus dijalankan sesuai dengan prosedur yang sah dan transparan. Jika terbukti terjadi pelanggaran hukum, maka pihak yang bertanggung jawab harus diproses sesuai ketentuan perundang-undangan.
(Red/Tim Liputan)