Garut, TribunCakranews.com – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) mencuat di Desa Sukahurip, Kecamatan Pangatikan, Kabupaten Garut. Seorang oknum perangkat desa berinisial E, yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kecamatan Pangatikan, diduga kuat melakukan pemotongan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesra kepada warga penerima manfaat.
Berdasarkan pengakuan sejumlah warga yang meminta identitasnya dirahasiakan, setiap penerima BLT Kesra diduga dipungut uang sebesar Rp50.000 hingga Rp100.000 saat pencairan bantuan. Pemotongan tersebut disebut terjadi secara merata kepada hampir seluruh penerima bantuan.
“Semua dipotong, tidak ada yang utuh. Alasannya untuk ganti bensin pegawai Kantor Pos,” ujar salah seorang warga dengan nada kesal.
Warga lain menilai alasan tersebut tidak masuk akal dan sangat memberatkan, mengingat BLT Kesra merupakan bantuan sosial bagi masyarakat miskin.
“Itu bantuan untuk orang miskin. Kalau dipotong sampai Rp100 ribu, jelas sangat memberatkan. Kami juga tidak pernah menyetujui,” tegasnya.
Menurut keterangan warga, pemotongan dilakukan dengan dalih biaya operasional. Namun, warga mengaku tidak berani menolak atau memprotes karena khawatir akan berdampak pada pencairan bantuan di masa mendatang.
“Kami takut kalau protes, nanti bantuan dipersulit atau tidak dapat lagi,” ungkap warga lainnya.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon WhatsApp, Kasi Kesra Desa Sukahurip, Entang, menyampaikan bahwa pemotongan tersebut bukan merupakan kebijakan resmi dari pihak desa.
Itu bukan kebijakan saya. Awalnya sudah ada musyawarah bahwa tidak boleh ada pemotongan, kecuali hasil kesepakatan lingkungan masing-masing. Kalau menurut bahasa warga, yang penting ‘ridhoeun’ setelah musyawarah,” ujarnya.
Entang juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menginstruksikan adanya pemotongan BLT.
“Kami tidak menginstruksikan melakukan pemotongan. Namun memang benar ada pemotongan yang dilakukan melalui RT dan RW masing-masing. Kebetulan saat pembagian BLT ada iuran-iuran lingkungan sehingga tidak terkontrol,” tambahnya.
Perlu ditegaskan bahwa BLT Kesra wajib diterima masyarakat sebesar 100 persen tanpa potongan apa pun, sesuai dengan regulasi pemerintah pusat.
Jika dugaan pemotongan tersebut terbukti, maka perbuatan tersebut berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 12 huruf e, yang menyatakan bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu dengan memanfaatkan jabatannya dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang memberikan pembayaran yang tidak seharusnya, dapat dipidana penjara.
Menegaskan bahwa bantuan sosial dilarang dipotong dengan alasan apa pun, baik biaya operasional, iuran, maupun dalih kesepakatan.
Pemotongan bantuan tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai pungli, yang bertentangan dengan hukum administrasi pemerintahan dan pidana.
Kami berharap aparat penegak hukum, baik Inspektorat Kabupaten, Kejaksaan, dapat segera turun tangan untuk mengusut dugaan pemotongan BLT Kesra tersebut secara transparan dan adil.
Kabiro Garut


