Semarang, Tribuncakranews.com // Senin, 1 Desember 2025. Matahari baru saja meninggi di langit Semarang ketika dua figur penting melangkah masuk ke Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah. Jarum jam menunjukkan pukul 09.30 WIB.
Mereka bukan tamu biasa. Yang satu adalah *Letnan Jenderal TNI Widi Prasetijono,* sosok militer berbintang tiga yang pernah memegang komando tertinggi di wilayah ini. Satunya lagi, *Ahmad Yazid Basyaiban* atau yang akrab disapa Gus Yazid, tokoh agama pengasuh Yayasan Silmikafa.
Keduanya tidak keluar hingga senja hampir habis. Selama delapan jam lebih—tepatnya hingga pukul 17.58 WIB. mereka berada di bawah sorotan lampu ruang pemeriksaan Pidana Khusus (Pidsus). Di sana, trio jaksa penyidik. Rinawati, S.H., M.H., Yosintan, S.H., dan Nindita, S.H. mencecar mereka dengan pertanyaan seputar dugaan megakorupsi di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Cilacap.
Pemeriksaan itu dilakukan "di bawah radar", tertutup rapat dari akses publik demi menjaga fokus penyidikan. Namun, apa yang terungkap setelah pintu itu terbuka menyingkap tabir aliran dana ratusan miliar yang mencengangkan.
*Narasi "Bisnis ke Bisnis" dan Hibah Fantastis*
Sesaat setelah pemeriksaan maraton itu usai, Letjen Widi Prasetijono menghadapi para pewarta dengan tenang. Tidak ada nada panik, namun penjelasannya membuka kotak pandora terkait penjualan aset tanah di Cilacap yang menjadi sumbu perkara.
Bagi sang Jenderal, perkara ini semestinya sederhana. Ia menyebutnya sebagai urusan korporasi murni.
_"Ini urusan bisnis antara PT dengan PT, sehingga sebaiknya diselesaikan secara internal oleh pihak-pihak terkait,"_ ujarnya.
Namun, di balik dalih business-to-business (B2B) tersebut, terdapat angka-angka yang membuat kening berkerut. Widi mengakui kehadirannya sebagai saksi berkaitan dengan dana yang dikelola oleh yayasan milik Gus Yazid. Dana tersebut, menurutnya, berstatus sebagai *hibah* dari hasil penjualan tanah.
*Jejak Uang: Ke Mana Larinya Rp 237 Miliar ?*
Bagian paling krusial dari pengakuan pasca pemeriksaan ini adalah rincian aliran dana. Widi mengaku baru mengetahui "belakangan" mengenai besarnya total uang yang berputar.
Dari total nilai transaksi penjualan tanah yang mencapai angka fantastis *Rp 237 miliar,* aliran dananya terpecah ke dua arah strategis:
• Sebanyak *Rp 48 miliar* mengalir ke institusi *Kodam IV/Diponegoro*
• Sebanyak *Rp 18,5 miliar* masuk ke kantong *Gus Yazid.*
_"Itulah yang ditanyakan oleh pemeriksa, dan saya sampaikan apa adanya sesuai pengetahuan saya,"_ tegas Widi, mengisyaratkan bahwa transparansi adalah strategi pertahanannya hari itu.
*Sang Mantan Pangdam dan Pesan Damai*
Konteks kehadiran Letjen Widi di pusaran kasus ini tidak bisa dilepaskan dari rekam jejaknya. Ia pernah menjabat sebagai Panglima Kodam (Pangdam) Diponegoro selama satu tahun sembilan bulan. Ia mengenal teritori ini, ia mengenal para pemainnya.
Menyadari potensi ledakan isu ini di ranah publik, mengingat melibatkan institusi militer dan tokoh agama. Widi menutup keterangannya dengan sebuah imbauan persuasif. Ia meminta masyarakat untuk tidak "tergoreng" isu liar.
_"Jangan mudah terprovokasi atau diadu-domba, apalagi sampai menimbulkan konflik di media sosial. Permasalahan ini adalah urusan internal,"_ pungkasnya, mencoba meredam spekulasi yang mungkin timbul dari durasi pemeriksaan yang nyaris memakan waktu seharian penuh itu.
Malam akhirnya turun di Kejati Jateng. Sang Jenderal dan Sang Kyai telah memberikan keterangan mereka. Namun, bagi tim penyidik Tipidsus, pengakuan adanya aliran dana puluhan miliar ke berbagai pihak ini mungkin baru permulaan dari sebuah cerita investigasi yang jauh lebih panjang. WaN (*)


