Dampak Kelambanan Bupati Dalam Mengisi Kekosongan Jabatan Birokrasi

Kang Oos Supyadin SE MM, Pemerhati Kebijakan Publik

Garut, Tribuncakranews.com — Memasuki tahun pertama masa kepemimpinan Bupati Syakur dan Wakil Bupati Putri, Pemerintah Kabupaten Garut dihadapkan pada persoalan serius terkait kekosongan sejumlah jabatan strategis di birokrasi daerah. Di berbagai kecamatan tercatat belum memiliki camat definitif, sejumlah dinas belum memiliki kepala dinas, bahkan terdapat satu dinas yang mengalami kekosongan ganda: posisi kepala dinas dan sekretaris dinas sama-sama tidak terisi.

Kondisi ini menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat Garut yang menjadi pihak utama penerima layanan publik. Dengan tidak lengkapnya pejabat struktural, pelayanan birokrasi berpotensi terganggu, bahkan menurun kualitasnya.

“Bukankah hal demikian akan mempengaruhi pelayanan atau dampak lain yang lebih buruk?” ungkap Kang Oos Supyadin SE MM, pemerhati kebijakan publik yang menyoroti situasi ini.

Menurutnya, kelambanan bupati dalam mengisi kekosongan jabatan birokrasi membawa sejumlah konsekuensi negatif yang harus segera ditangani. Ia merinci lima dampak utama yang mulai dirasakan:

1. Ketidakpastian dan Inefisiensi Administrasi

Ketiadaan pejabat definitif membuat proses pengambilan keputusan terhambat. Instansi yang seharusnya menjalankan program kerja strategis justru berjalan tanpa kepemimpinan yang penuh otoritas, sehingga menciptakan ketidakpastian dan menurunkan efektivitas pemerintahan.

2. Stagnasi Pelayanan Publik

Kekosongan pejabat eselon, terutama kepala dinas, berdampak langsung pada pelayanan masyarakat. Banyak tugas dan fungsi tidak berjalan optimal karena tidak ada pengambil kebijakan tertinggi. Masyarakat pun rentan menerima layanan yang tidak maksimal.

3. Risiko Penyalahgunaan Wewenang

Dalam kondisi darurat jabatan, banyak posisi diisi pejabat sementara (Plt/Plh). Namun kewenangan mereka terbatas dan tidak dapat mengeluarkan kebijakan strategis, seperti pengangkatan atau mutasi pegawai. Hal ini memperlambat proses penyegaran birokrasi yang dibutuhkan untuk mendukung percepatan pembangunan daerah.

4. Problematika Politik dan Administrasi

Pengisian jabatan sering kali bersinggungan dengan dinamika politik lokal, termasuk tarik-menarik kepentingan koalisi pilkada. Kondisi ini dapat menyebabkan pejabat tidak segera ditunjuk meskipun kebutuhan organisasi sangat mendesak.

5. Lemahnya Akuntabilitas dan Transparansi

Penundaan atau proses pengisian jabatan yang tampak hanya formalitas dapat memunculkan persepsi negatif publik terhadap manajemen ASN. Kurangnya transparansi pada akhirnya menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Kang Oos menilai kondisi ini bertolak belakang dengan visi-misi Bupati Syakur yang ingin mewujudkan “Garut Hebat.” Menurutnya, tanpa birokrasi yang lengkap dan berfungsi optimal, pemerintahan yang efektif dan responsif sulit diwujudkan.

“Masyarakat Garut sudah alergi dengan janji, justru yang kami butuhkan adalah bukti,” tegasnya.

Penulis merupakan pengurus Dewan Adat Kabupaten Garut (DAKG), Pengurus Forum Pengkajian Pengembangan Garut Selatan (FPPGS), pemerhati kesejarahan dan budaya, serta salah satu penggagas Kaukus Perubahan Garut Bermartabat.

Hendi Heryana

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama

IKLAN/ADV

www.tribuncakranews.com

Breaking News