SUBANG, TRIBUNCAKRANEWS.COM – Isu pengunduran diri Dr. Maxi yang disertai dengan pengakuan dugaan setoran uang dan pungli kian memanas setelah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Subang dilaporkan menggunakan jalur hukum, yakni Undang-Undang ITE, untuk menjerat para kritikusnya.
Menanggapi hal ini, Advokat juga ketua Subang Lawyers Club Rando Purba, SH didalam forum diskusi Kaukus Subang menegaskan bahwa langkah Pemkab adalah upaya "menakut-nakuti" yang tidak baik bagi proses demokrasi.
Rando, menyatakan bahwa laporan ITE tersebut justru menjadi pintu masuk bagi lembaga penegak hukum yang lebih besar untuk menyelidiki dugaan korupsi di Subang.
Pemerintahan Daerah Dinilai Reaksional
Rando menyoroti sikap Pemkab Subang yang dinilainya sangat reaksional dan reaktif terhadap kritik yang disampaikan masyarakat. Sikap ini terwujud dengan laporan-laporan yang dibuat ke kepolisian menggunakan undang-undang ITE, yakni soal pencemaran nama baik.
Menurut Rando, laporan ITE tersebut menunjukkan upaya untuk membungkam kritik dan menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat, bahkan membuat beberapa pihak khawatir untuk hadir dalam forum diskusi karena takut dipotret dan dilaporkan.
"Ini kan artinya yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya bicara menakut-nakuti.
Membengkam kritik yang dilakukan oleh masyarakat. Ini tidak baik dalam proses demokrasi yang kita menjalankan dan juga proses pemerintahan yang baik," tegas Rando.
Kritik Pejabat Publik Dilindungi Hukum
Rando menyebut pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE sebagai "pasal karet" karena mudah dimanfaatkan. Ia mengingatkan bahwa laporan serupa dalam banyak kasus selalu diselesaikan dengan cara-cara Restorative Justice.
Lebih lanjut, Rando mengacu pada preseden hukum yang kuat, seperti kasus yang diadukan oleh Luhut Binsar Panjaitan terhadap Haris Azhar atau Fatia, yang dinyatakan bebas di pengadilan.
"Yang dilakukan kritik adalah pejabat publik. Jadi harus dipisahkan. Ada putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa kritik terhadap pejabat publik itu tidak bisa dipidana," jelas Rando.
Pintu Masuk KPK dan Justice Collaborator
Rando memberikan apresiasi tinggi kepada Dr. Maxi (disebut Inisial M) sebagai satu-satunya pejabat Eselon II yang berani speak up dan menyampaikan kondisi sebenarnya. Rando menegaskan bahwa ia siap mendampingi dan berbaris bersama Dr. Maxi secara moral dan hukum.
Rando melihat laporan ITE ini justru menjadi "pintu masuk" yang legal bagi lembaga seperti KPK dan Kejaksaan Agung untuk masuk.
"Ini menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum lebih besar lagi, seperti KPK dan Kejaksaan Agung, untuk masuk. Karena ada gratifikasi di sana, ada perbuatan pidana di sana yang lebih besar, tentang bagaimana cita-cita pemberantasan korupsi di republik ini," tandasnya.
Rando memberikan saran hukum tegas kepada Dr. Maxi dan pihak terlapor lain (inisial H) untuk menolak Restorative Justice. Sebaliknya, ia menyarankan agar mereka menggunakan cara Justice Collaborator (Saksi Pelaku yang Bekerja Sama) dan menyampaikan semua keterangan kepada penyidik.
Kritik Gaya Hidup Mewah Pejabat
Dalam kesempatan itu, Rando juga mengkritik gaya kepemimpinan di Subang yang dianggapnya lebih fokus pada gimmick dan penampilan mewah daripada peningkatan kesejahteraan rakyat.
"Kita hanya dipertontonkan. Seseorang, kelompok, naik kendaraan mewah, keliling masuk ke pelosok-pelosok," katanya.
Ia juga menyinggung isu kendaraan operasional pejabat yang diduga memakai plat palsu—yang sudah dikonfirmasi oleh Polisi Lalu Lintas setempat—dan mempertanyakan apakah kendaraan tersebut hasil gratifikasi atau tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Red/Nopian

