Menkeu Purbaya Tarik Dana Rp200 Triliun dari BI, Ekonom UGM Ingatkan Potensi Rupiah Tertekan

Jakarta, TribunCakranews.com – Kebijakan fiskal baru tengah menjadi sorotan usai Presiden Prabowo Subianto merombak kabinet pada Senin (8/9/2025). Salah satu nama baru adalah Purbaya Yudhi Sadewa yang resmi menggantikan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan RI periode 2025–2029.

Dalam rapat kerja bersama DPR, Purbaya menegaskan rencana menarik dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI). Langkah tersebut menurutnya penting untuk menjaga likuiditas dan mendorong sektor riil.

Namun, rencana itu menuai catatan dari akademisi. Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Denni Puspa Purbasari, Ph.D., menilai kebijakan tersebut berfokus pada pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, tetapi bisa memunculkan risiko pelemahan Rupiah.

“Ketika likuiditas meningkat dan suku bunga menurun, investor bisa menganggap Indonesia kurang menarik sehingga modal berpotensi keluar. Dampaknya, kurs Rupiah bisa terdepresiasi terhadap mata uang asing,” ujarnya, Kamis (11/9) di Kampus FEB UGM.

Denni menjelaskan, idealnya kebijakan pemerintah harus menjaga keseimbangan internal dan eksternal. Stabilitas internal berarti inflasi terkendali dan lapangan kerja optimal, sedangkan stabilitas eksternal terkait dengan neraca transaksi berjalan dan aliran modal internasional.

“Seringkali kedua tujuan itu bertolak belakang. Kalau pemerintah kejar stabilitas internal, stabilitas eksternal bisa terganggu, begitu pula sebaliknya,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan, perilaku investor bersifat rasional—modal akan mengalir ke negara dengan imbal hasil paling menarik di tingkat risiko yang sama. Karena itu, depresiasi Rupiah yang terlalu dalam berisiko membuat defisit transaksi berjalan sulit ditutup.

Lebih lanjut, Denni menekankan bahwa urusan likuiditas adalah ranah kebijakan moneter. “Sesuai Undang-Undang, BI memiliki mandat menjaga stabilitas Rupiah baik dari sisi inflasi maupun nilai tukar,” jelasnya.

Data Bank Indonesia menunjukkan, hingga semester I 2025, neraca transaksi berjalan Indonesia defisit 3,2 miliar dolar dan neraca finansial minus 5,6 miliar dolar. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2024, saat defisit transaksi berjalan masih bisa ditutup surplus tipis neraca finansial.

Penyebab utamanya adalah arus keluar investasi portofolio senilai 8 miliar dolar, sementara investasi langsung asing (FDI) hanya masuk 5 miliar dolar. “Portofolio sangat dipengaruhi sentimen investor,” tegas Denni.

Sejauh ini, Rupiah tercatat hanya melemah 1,44% terhadap dolar AS sepanjang 2025. Namun depresiasi lebih dalam terjadi terhadap mata uang lain, yakni 4,62% terhadap Yuan, 8,17% terhadap dolar Singapura, 8,68% terhadap dolar Australia, dan 14,42% terhadap Euro.

Sumber berita: Universitas Gajah Mada 

Editor: Redaksi TCN

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama