Kendal, Tribuncakrnews.com // Kamis (21/8/2025) – Pekerjaan rehabilitasi Jembatan Logong di ruas Jalan Cangkiran–Boja–Sukorejo, Kendal, yang dikerjakan oleh CV Dewa Ndaru asal Desa Tanggirejo, Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, diduga mengabaikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pantauan awak media di lokasi proyek menunjukkan sejumlah pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagaimana diatur dalam standar K3.
Padahal, papan proyek yang terpasang di lokasi jelas mencantumkan kewajiban penerapan K3 bagi seluruh tenaga kerja.
Proyek dengan nilai kontrak Rp3.713.914.000,- (Tiga Milyar Tujuh Ratus Tiga Belas Juta Sembilan Ratus Empat Belas Rupiah) ini bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah dengan nomor kontrak 600.1.103.3140 tanggal 20 Juni 2025 dan waktu pelaksanaan 180 hari kalender.
Namun, dari papan proyek yang terpasang tidak tercantum nama konsultan pengawas. Bahkan, tidak terlihat adanya pengawasan di lapangan dari pihak konsultan, sehingga menimbulkan tanda tanya terkait mekanisme kontrol pekerjaan bernilai besar tersebut.
Selain soal K3, di lapangan juga terlihat adanya air menggenang di area kerja. Pompa air yang disediakan untuk menguras genangan tersebut tampak tidak difungsikan. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu kualitas pekerjaan maupun keselamatan pekerja.
Saat awak media mencoba meminta konfirmasi kepada pihak pelaksana di lapangan maupun direksi proyek, belum ada keterangan yang diberikan.
Sementara itu, pihak Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah hingga berita ini diturunkan juga belum dapat dimintai klarifikasi.
Potensi Pelanggaran Hukum dan Sanksinya
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, setiap perusahaan wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja seluruh tenaga kerja. Pasal 3 UU tersebut mewajibkan pemberi kerja menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) dan memastikan pekerjaannya aman.
Apabila kewajiban itu tidak dilaksanakan, maka dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 15 jo. Pasal 19 UU No. 1 Tahun 1970, yakni pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda maksimal.
Selain itu, dalam konteks proyek konstruksi pemerintah, pelanggaran juga dapat mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Pasal 59 ayat (1) mewajibkan penyedia jasa menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK). Jika terbukti melanggar, penyedia jasa bisa dikenakan sanksi administratif berupa:
Teguran tertulis, Denda keterlambatan, Penghentian sementara pekerjaan, Hingga pemutusan kontrak dan pencantuman dalam daftar hitam (blacklist) penyedia jasa.
Selain itu, tidak dicantumkannya konsultan pengawas pada papan proyek dan tidak adanya pengawasan di lapangan juga berpotensi melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri PUPR No. 14/PRT/M/2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, yang mewajibkan setiap proyek pemerintah diawasi oleh konsultan pengawas independen. Sugiman(*)