Menjembatani Luka dan Harapan: Dua Keluarga di Purworejo Sepakat Tempuh Jalur Restoratif Justice Didampingi LSM TEMPERAK

Purworejo, Jawa Tengah _ Tribuncakranews.com – Kamis, 7 Agustus 2025, menjadi momen penting bagi dua keluarga SB korban dan juga ERP di Purworejo. 

Di tengah proses hukum yang masih bergulir, mereka memilih jalan damai melalui pendekatan restoratif justice—sebuah langkah bijak yang didasarkan pada musyawarah, pertimbangan psikologis, serta masa depan anak.

Kesepakatan ini difasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) TEMPERAK Jawa Tengah yang berkantor di Jl. Dewi Sartika No. 24, Sindurjan, Purworejo. Melalui pendekatan yang mengedepankan dialog dan pemulihan, kedua belah pihak—yakni keluarga pelapor dan terlapor—sepakat menyerahkan pendampingan hukum kepada LSM TEMPERAK melalui Ketua DPW, Sumakmun, beserta tim kuasa hukumnya.

Langkah ini diambil setelah berbagai pemberitaan yang sempat menyita perhatian publik. Tim dari Media Online Tribuncakranews pun melakukan klarifikasi langsung kepada kedua pihak, dan diperoleh kesepahaman bersama bahwa restoratif justice menjadi pilihan terbaik yang diyakini membawa manfaat jangka panjang, terutama bagi anak yang menjadi inti perhatian dalam kasus ini.

Restoratif Justice: Jalan Tengah Menuju Penyembuhan

Kasus ini bermula dari laporan keluarga SB, seorang anak perempuan, terhadap pria berinisial ERP. Meski proses hukum telah resmi ditangani Polres Purworejo sejak Juni 2025, upaya mediasi intensif pun akan segera dilakukan. 

Damai dengan Pendampingan, Bukan Pengabaian

Sumakmun Ketua DPW LSM TEMPERAK menegaskan, bahwa pendampingan hukum dan psikologis terhadap SB akan terus dilakukan. Fokus utama adalah memastikan bahwa SB aman, pulih secara mental, dan mendapat ruang yang layak untuk menata masa depannya secara mandiri.

Meskipun wacana pertunangan sempat muncul dalam diskusi internal keluarga, perikatan pertunangan terlebih dahulu kedua belah pihak berharap khalayak bisa memahami bahwa ada itikad baik dari pihak keluarga terlapor. 

Pihak pendamping menekankan bahwa setiap keputusan menyangkut anak di bawah umur harus dipikirkan matang-matang, dengan mengutamakan prinsip perlindungan anak dan kehendak SB sendiri.

“Kami ingin membawa proses ini ke arah yang sehat, adil, dan berpihak pada masa depan anak. Damai bukan berarti berhenti, tetapi melanjutkan pemulihan dengan cara yang lebih membangun,” terang Sumakmun, Ketua DPW LSM TEMPERAK.

Kolaborasi Demi Keadilan yang Berkeadaban

Kasus ini menjadi contoh bagaimana keadilan bisa dihadirkan bukan hanya lewat proses hukum formal, tetapi juga melalui upaya rekonsiliasi yang menghormati hak korban, tanpa mengabaikan prinsip pertanggungjawaban.

Pendekatan restoratif justice yang difasilitasi secara profesional justru memperlihatkan nilai-nilai kemanusiaan, mempererat hubungan sosial, dan memberi ruang bagi korban dan pelaku untuk memahami dampak yang terjadi serta bertanggung jawab secara utuh.

Menatap ke Depan, Bersama

Kini, SB masih menjalani pendampingan psikologis secara intensif. Pihak keluarga, lembaga perlindungan anak, serta LSM TEMPERAK berkomitmen untuk terus mengawal proses ini dengan empati dan profesionalitas.

Karena pada akhirnya, keadilan bukan hanya soal palu hakim yang diketuk, tapi juga tentang bagaimana luka bisa disembuhkan, dan masa depan bisa tetap dijaga — dengan damai yang adil, bukan diam yang menekan. (*)

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama