Karawang, Jawa Barat, Tribuncakranews.com — Dunia jurnalistik kembali dikejutkan oleh insiden kekerasan terhadap seorang wartawan. Riandi Hartono, jurnalis dari media teropongrakyat.co, menjadi korban pengeroyokan saat menjalankan tugas peliputan terkait dugaan peredaran obat-obatan terlarang golongan G di sebuah toko yang berlokasi di Jalan Singasari, Karawang Kulon, Karawang Barat.
Peristiwa terjadi pada Senin siang, 4 Agustus 2025, ketika Riandi tengah melakukan wawancara dan pengumpulan informasi di lokasi tersebut. Namun, alih-alih mendapat klarifikasi, ia justru diduga mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pemilik toko berinisial ADI bersama sejumlah orang yang disebut-sebut merupakan preman dan dikendalikan oleh oknum TNI berinisial A-N.
Akibat pengeroyokan tersebut, Riandi mengalami luka fisik berupa lecet di punggung, luka berdarah di paha dan kaki, serta nyeri hebat di bagian kepala. Korban telah melaporkan kejadian ini ke Polres Karawang, Polda Jawa Barat, untuk proses hukum lebih lanjut.
Pimpinan Redaksi teropongrakyat.co, Rocky, bersama Pimpinan Redaksi mediaaktivisindonesia.com, Herry Setiawan, mengecam keras tindakan kekerasan tersebut dan mendesak pihak kepolisian segera mengambil tindakan hukum.
“Apa yang dialami saudara Riandi Hartono adalah bentuk nyata ancaman terhadap kemerdekaan pers sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegas Herry.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami menuntut pihak kepolisian segera menangkap dan memproses para pelaku sesuai hukum, termasuk menggunakan Pasal 351 dan 170 KUHP,” lanjutnya.
Herry menekankan bahwa wartawan memiliki perlindungan hukum yang jelas dalam menjalankan profesinya.
“Jurnalistik adalah bagian dari tugas negara dalam menyampaikan informasi kepada publik. Menyerang wartawan sama saja dengan menyerang hak masyarakat atas informasi,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Nina Kurniasari, pakar komunikasi dan kebebasan pers dari Universitas Padjadjaran, menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa ini.
“Jika jurnalis tidak merasa aman saat bertugas, maka hak publik untuk mendapatkan informasi juga terancam. Negara wajib hadir menjamin perlindungan terhadap insan pers,” ucapnya.
Selain itu, dugaan peredaran obat-obatan terlarang tanpa izin edar yang menjadi awal pemicu insiden ini, merupakan tindak pidana serius. Berdasarkan Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, pelaku dapat dijerat hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1,5 miliar.
Insiden ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan hukum terhadap insan pers dan urgensi penindakan tegas terhadap pelaku kekerasan, demi menjaga iklim demokrasi dan hak masyarakat atas informasi yang bebas dan bertanggung jawab. AG(*)