DENPASAR, TRIBUNCAKRANEWS.COM| – Sorotan tajam kini tertuju pada sanksi etik ringan berupa demosi yang dijatuhkan kepada Aipda Ni Luh Putu Eka Purnawianti, SH., oknum Polwan Bidang Propam Polda Bali, yang diduga mengintimidasi jurnalis Radar Bali, Andre. Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) memutuskan untuk memindah tugaskan Aipda Eka ke Polres Bangli, tanpa proses pidana lanjutan.
Namun, keputusan itu justru memantik gelombang kritik dari pemerhati hukum dan kebebasan pers. Salah satunya datang dari Penasihat Hukum Solidaritas Jurnalis Bali, I Made “Ariel” Suardana, SH., MH.
> “Sanksi ini bukan keadilan, ini pelecehan terhadap Undang-Undang Pers! Apa artinya perlindungan hukum bagi jurnalis kalau pelakunya hanya dipindahkan?” tegas Ariel saat ditemui di Mapolda Bali, Jumat (11/7).
Ariel, yang juga pendiri Kantor Hukum LABHI Bali, menegaskan bahwa tindakan intimidasi terhadap jurnalis masuk dalam pelanggaran hukum serius, bukan sekadar pelanggaran etik.
Dasar Hukum yang Dilanggar: UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat (1)
Dalam keterangannya, Ariel mengingatkan bahwa tindakan Aipda Eka berpotensi melanggar Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan:
> "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta."
> “Ini jelas pidana, bukan sekadar etik! Kalau tidak diproses secara hukum, ini jadi preseden buruk bagi perlindungan jurnalis di Bali,” tegas Ariel.
Lebih lanjut ia menyoroti bahwa sanksi demosi yang diberikan kepada Aipda Eka hanya bersifat sementara dan tidak memberikan efek jera.
> “Pindah ke Bangli hari ini, bisa balik lagi dalam beberapa bulan. Ini hanya pelipur lara. Jangan main-main dengan intimidasi terhadap jurnalis!” ujarnya.
Jurnalis Jadi Saksi Kunci
Dalam sidang etik yang digelar, Andre – jurnalis Radar Bali – hadir sebagai saksi kunci dan memberikan keterangan terkait dugaan intimidasi saat melaksanakan tugas jurnalistik. Dugaan pelanggaran terjadi saat Aipda Eka masih menjabat sebagai Ba Urlitpers Subbidpaminal Bidpropam Polda Bali.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy, SIK., membenarkan bahwa sanksi demosi sudah dijatuhkan kepada Aipda Eka.
> “Ya, yang bersangkutan dikenakan sanksi demosi, dipindah tugaskan ke Bangli,” ujar Ariasandy singkat.
Seruan Keras: Proses Hukum Harus Jalan!
Ariel dan Solidaritas Jurnalis Bali menyerukan agar proses pidana tetap dibuka dan diusut tuntas, agar kejadian serupa tidak terulang dan intimidasi terhadap jurnalis tidak dianggap hal biasa.
> “Kami tidak akan tinggal diam. Ini bukan soal satu orang jurnalis—ini soal masa depan kebebasan pers di Bali. Jangan biarkan intimidasi jadi budaya!” pungkas Ariel.
Catatan Redaksi:
Kasus ini menjadi perhatian serius insan pers di seluruh Bali dan Indonesia. Undang-Undang Pers hadir bukan untuk dipajang, tapi untuk ditegakkan. Publik menanti: apakah hukum benar-benar berpihak pada kebenaran?