Bengkalis, TribunCakranews.com// Riau – Lembaga Aliansi Indonesia bersama Media Aktivis Indonesia.Com menyatakan sikap tegas mendesak Gubernur Riau dan Kapolda Riau untuk segera mengusut tuntas dugaan perusakan 76 hektare kebun kelapa sawit milik warga di Kampung D.30, Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Riau.
Riduan Sitinjak (63), salah satu perwakilan warga, menyebutkan saat ini masih ada lima unit alat berat ekskavator yang beroperasi di lokasi, diduga tanpa izin resmi dari pihak berwenang. Alat berat tersebut merusak kebun sawit milik sekitar 21 warga tanpa pemberitahuan ataupun ganti rugi yang jelas.
“Kami mendesak Pertamina Hulu Rokan untuk menghentikan operasi alat berat yang masuk ke kawasan rawan—di mana terdapat banyak jaringan pipa migas dan gudang bahan peledak. Aktivitas tersebut tidak memiliki izin resmi dari Pertamina, Polsek, maupun pemerintah desa, dan sangat meresahkan warga,” tegas Riduan, Senin (28/7/2025).
Intimidasi dan Klaim Sepihak
Edison Matondang (34), warga lainnya, mengaku sudah mengelola lahan seluas 6 hektare sejak 2016. Ia menjadi korban intimidasi oleh kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai anggota Polda, dan mengklaim lahannya sudah dibeli oleh seseorang bernama Manurung melalui perantara bernama Renno.
“Saya sempat diancam dan ditekan secara fisik. Bahkan sebelum ada kesepakatan pembayaran, pohon sawit saya sudah dirusak. Saya dijanjikan ganti rugi Rp29,9 juta, tapi baru dibayar Rp7 juta dan itupun tidak lunas hingga sekarang,” ujar Edison dengan nada sedih.
Menurutnya, perwakilan kelompok pelaku bernama Fahmi sempat menjanjikan pelunasan, namun setelah itu menghilang. Bahkan saat ditagih, Fahmi berkata, “Kalau abang tidak mau terima Rp7 juta itu, uang dan lahannya kami ambil.”
Surat Tanah Ulayat Diduga Palsu dan Potensi Konflik Sosial
Agustinus Petrus Gultom, S.H., dari Lembaga Aliansi Indonesia menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini secara resmi ke Polda Riau dan Polsek Mandau.
“Banyak lahan milik warga digarap puluhan tahun. Namun kini pohon sawit mereka dirusak begitu saja. Beberapa pelaku mengaku sebagai kepala suku, menggunakan ekskavator tanpa izin, berlindung di balik status ‘putra daerah’ serta memanfaatkan surat adat tanah ulayat yang kami duga palsu,” kata Agus Gultom.
Ia menambahkan, praktik mafia tanah di Riau, termasuk di wilayah Bengkalis, sudah sangat meresahkan. Para pelaku kerap menjual lahan ke pihak ketiga, mengintimidasi penggarap asli, hingga menjual surat adat dengan harga puluhan juta rupiah per hektare.
“Warga dijanjikan kompensasi Rp500 ribu per pohon sawit. Tapi setelah pohon ditebang dan ditimbun, warga tidak mendapat sepeser pun. Jika tidak patuh, mereka dipaksa membeli surat tanah adat dengan harga tinggi. Ini jelas praktik mafia,” lanjutnya.
Tuntutan Keadilan dan Ketegasan Penegak Hukum
Lembaga Aliansi Indonesia dan Media Aktivis Indonesia.Com menuntut Gubernur Riau dan Kapolda Riau untuk segera bertindak. Penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk mencegah konflik horizontal dan memberikan kepastian hukum bagi warga.
“Pak Gubernur dan Kapolda Riau harus turun tangan langsung. Ini bukan sekadar soal lahan, tapi menyangkut keadilan sosial dan ancaman terhadap ketertiban umum,” tutup Agus Gultom.
Warga berharap pelaku perusakan diproses secara hukum dan aparat penegak hukum tidak tutup mata terhadap penderitaan yang kini dialami puluhan kepala keluarga di Kampung D.30.
Reporter: Redaksi
Editor: Tim Investigasi Media Aktivis Indonesia.Com