Cilacap, TribunCakranews.com – 30 Juli 2025 Aroma tak sedap kembali menyelimuti dunia pendidikan di Kabupaten Cilacap. Kali ini, Kepala Sekolah SMK PGRI Dayeuhluhur menjadi sorotan tajam menyusul dugaan praktik pemotongan dana bantuan siswa secara masif yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah. Ironisnya, di tengah mencuatnya dugaan serius ini, sang Kepala Sekolah justru memilih bungkam dan menolak bertemu media.
Investigasi awal kami, didukung keterangan dari sejumlah orang tua/wali murid yang dapat dipertanggungjawabkan, mengungkap fakta mengejutkan: dari dana bantuan sebesar Rp 750.000,- per siswa, mereka hanya menerima Rp 200.000,-. Ke mana lenyapnya sisa Rp 550.000,- per siswa? Sebuah pertanyaan besar yang hingga kini tak terjawab, dan tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
Keanehan tak berhenti di situ. Proses pencairan dana pun penuh misteri. Para siswa bukan diarahkan ke bank, melainkan diangkut menggunakan truk menuju sebuah pondok pesantren, Pondok Pesantren Miftahul, Cigaru, Majenang, untuk membuka rekening. Lebih janggal lagi, setelah rekening dibuka, buku tabungan tersebut wajib dikumpulkan kembali ke pihak sekolah. Ada apa di balik skema yang tak lazim ini? Dugaan penyalahgunaan wewenang dan manipulasi data kian menguat.
Pernyataan Kepala Sekolah SMK PGRI Dayeuhluhur saat dikonfirmasi melalui WhatsApp pun patut dicurigai. "Jangan asal up berita, bertemu dulu dengan saya," ujarnya, seolah ingin mengendalikan narasi. Namun, di kalimat berikutnya ia kontradiktif: "Sementara ini saya tidak mau bertemu dengan media manapun." Sikap menghindar ini jelas menunjukkan ada sesuatu yang serius dan ingin disembunyikan dari publik.
𝐓𝐢𝐧𝐝𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐏𝐢𝐝𝐚𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐄𝐭𝐢𝐤𝐚: 𝐒𝐞𝐤𝐨𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐒𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐊𝐨𝐫𝐮𝐩𝐬𝐢!
Dugaan pemotongan dana bantuan pendidikan ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan indikasi kuat tindak pidana korupsi dan/atau penggelapan. Dana bantuan, yang sejatinya adalah hak mutlak siswa, tidak boleh diselewengkan sepeser pun. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menanti untuk diterapkan.
Sikap kepala sekolah yang tertutup dan enggan dikonfirmasi juga mencoreng prinsip keterbukaan informasi publik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap pejabat negara, termasuk di lingkungan pendidikan. Sebuah lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi teladan integritas justru terkesan anti-transparansi.
Kami mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Cilacap, Inspektorat, dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan. Lakukan investigasi menyeluruh, transparan, dan tanpa pandang bulu. Pastikan hak-hak siswa terpenuhi dan pelaku penyelewengan dana ini mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum.
Masyarakat dan seluruh elemen media akan terus mengawal kasus ini. Pendidikan adalah harapan bangsa, bukan lahan untuk memperkaya diri! Tegakkan keadilan, usut tuntas, dan kembalikan marwah pendidikan di SMK PGRI Dayeuhluhur.(***)
(𝑻𝒆𝒂𝒎 𝑳𝒊𝒑𝒖𝒕𝒂𝒏)