TribunCakranews.com // Setelah memasukan laporan di Kejaksaan Agung Republik Indonesia dua pekan lalu, kini giliran kantor Kementerian Pendidikan Tinggi dan Sains Teknologi Republik Indonesia – Kemendikti Saintek RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi yang didatangi Kepala Litbang LSM Masyarakat Jaring Koruptor Sulut (MJKS), Dadang Suhendar SH.
MJKS mendatangi Kemendikti RI pada Senin (02/06/2025) untuk membuat laporan dugaan korupsi dan rekening liar di Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Unsrat Manado.
Di Kantor Kemendikti Saintek RI, Dadang menyampaikan surat pelaporan terkait oknum eks Rektor Unsrat Ellen Kumaat dan eks Warek Unsrat Grevo Gerung yang ternyata merupakan adik kandung Rocky Gerung, tokoh nasional yang terkenal kritis terhadap kebijakan pemerintah. Keduanya dilaporkan ke Kemendikti Saintek RI sebagai lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas koordinasi dan pembinaan Perguruan Tinggi Negeri termasuk Universitas Samratulangi.
Adik Rocky Gerung tersebut dilaporkan karena diduga terlibat dalam penggunaan anggaran kegiatan : 'Supervisory service for public road construction' - program kerjasama antara UNSRAT, PT TTN, dan PT MSM senilai 1.2 Miliar Rupiah tahun 2024, serta anggaran untuk kajian Desain Kawasan, Desain Bangunan dan DED Kawasan Relokasi senilai kurang lebih 350 juta Rupiah.
Kegiatan ini berlangsung pada saat Rektor Unsrat masih dijabat Ellen Kumaat. Kasus ini kemudian terkuak ketika Rektor yang saat ini dijabat Prof. Dr. Ir. Oktovian Berty Alexander Sompie, M.Eng., memerintahkan audit internal terhadap keuangan Unsrat dan ditemukanlah ada rekening liar dan pemanfaatan dana miliaran rupiah yang tidak pernah dilaporkan ke pemerintah pusat melalui KPPN sejak tahun 2015 sampai tahun 2024.
Sebelumnya pada Rabu (28/5/2025) pekan lalu, Dadang juga sempat membuat laporan ke KPK sekaligus menyerahkan dokumen dugaan keterlibatan eks Rektor Unsrat Manado Ellen Kumaat dan Eks Wakil Rektor IV Unsrat Grevo Gerung pada kasus korupsi dan rekening liar di LPPM Unsrat Manado.
Dadang Suhendar turut menyerahkan surat permohonan agar KPK melakukan monitoring terhadap penanganan kasus dugaan korupsi dan rekening liar di LPPM Unsrat yang tengah diusut pihak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.
MJKS menilai KPK perlu mengawasi atau mensupervisi pengusutan kasus ini agar pihak Kejaksaan Tinggi Sulut tidak menggiring kasus ini hanya melalui proses ganti rugi terhadap oknum-oknum eks pejabat tinggi di Unsrat dan mengenyampingkan perbuatan korupsi.
“KPK peru melakukan pengawasan agar pihak Kejaksaan tidak main mata dengan para pelaku terduga korupsi. Ada dua oknum yang diduga kuat sebagai pelaku utama yakni eks Rektor Unsrat Ellen Kumaat dan eks Wakil Rektor Bidang Akademik Unsrat Grevo Gerung yang nyaris tidak tersentuh kasus ini. Padahal dalam dokumen pelaporan kedua oknum dosen ini diduga turut menerima aliran dana dari kerjasama antara LPPM Unsrat dengan sejumlah Perusahaan di Manado,” ungkap Dadang kepada awak media usai memasukan surat permintaan supervisi dan pengawasan di kantor KPK, Rabu (28/5/2025) di Jakarta.
Sementara itu, kasus rekening liar dan dugaan korupsi di LPPM Unsrat ini sedang diusut pihak Kejati Sulut dan dalam penanganannya penyidik telah memeriksa 44 orang saksi.
Seperti diketahui dan ramai diberitakan, kasus ini terkuak setelah ada data pemeriksaan internal Unsrat yang sudah diserahkan ke pihak penyidik Kejaksaan yang menerangkan semua pembayaran ke pihak ketiga tidak pernah melalui rekening resmi Unsrat. Akibatnya, Unsrat sebagai BLU tidak menerima akses fee sebesar 7 persen dari total uang disetor kurang lebih 50 Miliar Rupiah untuksemua kegiatan tersebut, sejak tahun 2015 sampai tahun 2024.
Kerugian negara diperkirakan mencapai 3,5 Miliar Rupiah sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP dari kewajiban potongan 7 persen fee untuk setiap kegiatan dan anggaran yang masuk.
Dadang mengungkapkan, setelah kasus ini disidik pihak Kejaksaan, ada data yang menunjukan sejumlah oknum yang terkait penggunaan anggaran ini sudah mulai menyetor sejumlah dana ke rekening resmi Unsrat untuk menutupi jejak korupsi selama tahun 2015 sampai 2024 yang tidak pernah disetor ke rekening Unsrat.
Pidana Penggelapan Lengkapi Pengusutan Kasus Rekening Liar LPPM Unsrat
Pokok persoalan kasus ini, menurut Dadang Suhendar sebetulnya adalah terkait pembukaan rekening LPPM Unsrat di salah satu bank sebagai Rekening Penampungan Dana Kerjasama/ Kemitraan diduga tanpa persetujan tertulis dari Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) di Daerah yakni Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Menurutnya, dampak hukum pembukaan Rekening Milik Badan Layanan Umum Unsrat Manado tanpa persetujuan Kuasa BUN di Daerah yakni KPPN, adalah berdasarkan Peraturan Menkeu Nomor 183/PMK.05/2019 tentang Pengelolaan Rekening Pengeluaran Milik Kementerian Negara / Lembaga, pada Pasal 68 Ayat (1) menyatakan : ‘Rekening Satker yang dibuka tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini tidak diakui sebagai rekening pemerintah’.
Berdasarkan hal itu, lanjut Dadang, pembukaan rekening LPPM Unsrat tanpa persetujuan KPPN selaku Kuasa BUN (Menkeu) di Daerah, menyebabkan rekening tersebut berdasarkan ketentuan Menkeu RI tidak diakui sebagai rekening pemerintah.
“Jika kenyataannya demikian, maka pimpinan BLU Unsrat dalam hal ini Rektor dan pimpinan LPPM Unsrat bisa terseret dugaan penggelapan. Pasal 374 KUHP menyatakan bahwa penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang dilakukan oleh mereka yang menguasai suatu benda karena jabatannya atau karena pekerjaannya atau karena mendapatkan uang sebagai imbalannya,” ungkapnya.
Dana Kerjasama dengan sejumlah Perusahaan di daerah dengan Unsrat seharusnya masuk ke Rekening Penampungan Dana Kerjasama/ Kemitraan yang mendapat persetujuan pemerintah pusat melalui KPPN di daerah agar pengawasan dan pelaporannya bisa diawasi secara berkala.
“Yang terjadi di LPPM Unsrat adalah selain rekening tidak diakui sebagai rekening pemerintah, pengelolaan anggarannya juga tidak berdasarkan ketentuan yang diatur dimana ketentuan fee sebesar 7 persen untuk Unsrat tidak pernah disetor sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” ujarnya.
Belakangan ini, sudah mulai ada pihak yang menyetor dana ke rekening Unsrat untuk perlahan-lahan menutupi jejak dugaan korupsi dan penggelapan, setelah pihak Kejaksaan Tinggi Sulut sudah mulai mengusut kasus ini.
Atas kondisi ini, Dadang menandaskan, perbuatan oknum pimpinan Unsrat dan LPPM berpotensi merugikan keuangan negara dan dapat diproses dengan dugaan pidana korupsi. “Namun dana yang ditampung ke rekening yang tidak diakui sebagai rekening pemerintah namun ditampung mengatasnamakan pemerintah bisa masuk kategori penggelapan dan harus ditindak oleh pihak aparat penegak hukum Polri,” tegasnya.
Tindak pidana penggelapan itu diatur dalam Pasal 374 KUHP lama yang masih berlaku, dan juga pada KUHP baru yakni Pasal 486 UU 1/2023 yang baru berlaku pada tahun 2026. Berdasarkan penerapan 374 KUHP yang masih berlaku, pelaku tindak pidana penggelapan ini dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun.
Pada bagian lain, masih menurut Dadang, Peraturan Menteri Keuangan menegaskan bahwa Rektor selaku Pimpinan BLU wajib melaporkan saldo seluruh Rekening yang dikelolanya setiap bulan kepada Kuasa BUN di Daerah (KPPN) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya yang dipergunakan untuk menampung dana kerja sama antara dua belah pihak.
Pada kenyataannya, Rektor Unsrat Oktovian Berty Alexander Sompie ternyata tidak pernah menerima laporan atau diberitahu pihak yang mengelola rekening liar yang menampung dana dari sejumlah Perusahaan ke pihak Unsrat Manado.
Dadang juga mengatakan akan membuat laporan yang sama ke Kantor Sekretariat Negara agar Presiden RI mengetahui bahwa ada dugaan korupsi dan penggelapan dana yang melibatkan oknum eks Rektor Unsrat. ***