Klaim Jadi Korban Kriminalisasi oleh Oligarki, Harapkan Keadilan Berpihak

Bandung, Tribuncakranews.com // Persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat mantan Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Cimahi, Ranto Sitanggang, memasuki babak krusial. Dalam nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (20/5/2025), Ranto menyatakan dirinya menjadi korban kriminalisasi yang didalangi oleh kepentingan oligarki.

Ranto menegaskan bahwa perkara yang menimpanya bukan murni proses hukum, melainkan pesanan dari para pengusaha besar yang terganggu oleh ketegasannya dalam menegakkan peraturan daerah selama menjabat.

“Ini bukan sekadar perkara hukum, melainkan bentuk kriminalisasi yang didesain oleh pihak-pihak yang merasa terganggu oleh integritas saya,” ujar Ranto di ruang sidang Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata.

Ia juga mengkritik jalannya proses hukum yang menurutnya penuh rekayasa dan ketidak konsistenan antara tahap penyelidikan dan penyidikan. “Awalnya disebut dugaan penyalahgunaan anggaran, namun tiba-tiba berubah menjadi gratifikasi. Ini jelas dipaksakan,” tegasnya.

Terkait tudingan bahwa dirinya memaksa pelaku usaha menggunakan jasa konsultan tertentu dalam pengurusan izin, Ranto membantah keras. Ia mengaku hanya memberi rekomendasi jika diminta secara langsung oleh pelaku usaha yang merasa kesulitan dalam proses perizinan.

“Kalaupun ada uang yang diberikan, itu inisiatif konsultan. Saya tidak pernah meminta,” jelasnya.

Tak hanya itu, dalam pledoinya, Ranto melontarkan tuduhan serius terhadap seorang oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Cimahi yang diduga meminta uang Rp100 juta kepada salah satu saksi bernama Abdul Rosid.

“Saudara Abdul Rosid menyampaikan kepada saya bahwa ia dimintai uang oleh oknum jaksa Rp. 100 juta. Dan hanya sanggup Rp30 juta,” ungkap Ranto.

Ranto juga menyampaikan bahwa tekanan tidak hanya ia rasakan secara pribadi, tetapi juga dirasakan oleh keluarganya. Ia menyayangkan stigma sosial yang diterima istri dan anak-anaknya akibat proses hukum yang menurutnya sarat kepentingan.

“Keluarga saya tidak bersalah, tetapi mereka ikut menanggung malu. Pengadilan semestinya menjadi tempat mencari keadilan, bukan alat untuk menghukum karena tekanan,” katanya.

Kuasa hukum Ranto, Rizky Rizgantara, turut menyampaikan pembelaan dengan menyebut bahwa seluruh tuduhan terhadap kliennya tidak didukung oleh bukti yang kuat dan sah secara hukum.

“Klien kami tidak pernah memaksa, tidak pernah mengarahkan, dan tidak pernah menerima gratifikasi. Tuduhan ini sangat lemah dan tidak berdasar,” ujar Rizky.

Ia menegaskan bahwa hubungan antara Ranto dan para konsultan bersifat profesional tanpa paksaan maupun imbalan tersembunyi. Rizky juga mengkritik narasi jaksa yang dinilai tidak proporsional dan mengabaikan asas praduga tak bersalah.

Menurutnya, sejumlah saksi dari perusahaan seperti PT Mount Scopus (The Harvest), Mayasari, dan Kartika Sari menyatakan bahwa mereka tidak pernah dipaksa menggunakan jasa konsultan, melainkan hanya meminta bantuan karena tidak memahami proses perizinan.

“Memberikan kontak konsultan kepada pelaku usaha yang meminta bantuan bukanlah bentuk korupsi. Itu bagian dari pelayanan publik,” tegas Rizky.

Ia juga meragukan validitas pengakuan dua konsultan, Helmy dan Kartikasari, yang menyebut memberi uang kepada Ranto. “Tidak ada bukti bahwa uang itu diminta oleh klien kami. Dalam situasi yang tidak jelas, berlaku asas in dubio pro reo, yaitu dalam keraguan, terdakwa harus dibebaskan,” pungkas Rizky.

Rizky berharap majelis hakim menolak seluruh tuntutan jaksa dan memutuskan pembebasan terhadap kliennya demi tegaknya keadilan dan nurani hukum.

Kamzi

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama