Boyolali, Tribuncakranews.com // Senin, 5 Mei 2025 — Hari ini tercatat dalam sejarah perlawanan sipil Boyolali yang tergabung dalam Forum masyarakat Peduli Aset Desa (FMPAD) sebagai satu momen artikulatif di mana rakyat kembali mengambil alih ruang keadilan yang selama ini dibekukan oleh kekuasaan.
Ratusan massa dari berbagai unsur masyarakat sipil, pemuda, mahasiswa, buruh, petani, hingga pegiat komunitas, tumpah ruah memenuhi halaman Kantor Kejaksaan Negeri Boyolali dalam sebuah aksi unjuk rasa yang monumental.
Teriakan yang menggema bukan sekadar protes, melainkan gugatan atas kelumpuhan institusi hukum dan pembiaran sistematis terhadap korupsi yang terjadi di masa lalu—khususnya pada era yang dikenal luas sebagai *“rezim keluarga Manggis”*, merujuk pada kekuasaan dinasti politik keluarga Seno yang telah menanamkan cengkeramannya dalam birokrasi daerah selama bertahun-tahun.
Aksi ini menyuarakan secara keras dan terang-benderang dugaan *penggelapan dana publik* dalam berbagai sektor strategis yang hingga kini mangkrak dan tak kunjung dituntaskan oleh lembaga penegak hukum.
Sejumlah proyek infrastruktur yang fiktif, pengadaan barang dan jasa yang mark-up, serta alokasi bantuan sosial yang menyimpang menjadi pusat sorotan massa.
Mereka menyebut bahwa Kejaksaan Negeri Boyolali telah secara sadar menjadi bagian dari *struktur pembungkaman kebenaran*, dengan membiarkan kasus-kasus besar terkubur di bawah tumpukan arsip dan permainan politik di balik meja.
Tak hanya menyoroti kebusukan masa lalu, aksi ini juga menyasar *kemandekan etis* dalam tubuh Kejaksaan yang dinilai gagal bersikap progresif, independen, dan berpihak kepada kepentingan publik.
Protes ini bukan semata atas nama masa lalu, tetapi juga merupakan peringatan keras bahwa *rakyat Boyolali tak lagi bisa ditidurkan dengan basa-basi prosedural.*
Sorotan tajam aksi ini hadir melalui orasi dari *Cak Andong*, tokoh pemuda yang telah lama dikenal di berbagai forum perlawanan sipil. Selain dikenal sebagai aktivis dan penggerak akar rumput, Cak Andong juga seorang *Panglima Tertinggi OPM (Organisasi Pemuda dan Mahasiswa) Boyolali*, sebuah wadah strategis bagi perlawanan intelektual dan kultural anak muda Boyolali terhadap ketidakadilan sistemik. Dalam orasi yang menggugah dan membakar semangat massa, ia menyatakan:
“Hari ini kita tidak sedang menggugat masa lalu. Kita sedang membongkar kenyataan masa kini yang dilahirkan oleh dosa sejarah! Rezim keluarga Manggis telah mengoyak kepercayaan rakyat, menyulap anggaran menjadi ladang bancakan, dan mengubah birokrasi menjadi dinasti. Dan sekarang kita menagih pertanggungjawaban itu — bukan dengan emosi, tapi dengan logika dan keberanian!”. Tegas Cak Andong.
*Alvin Orlando* yang diketahui juga sebagai *Jendral Besar OPM (Organisasi Pemuda dan Mahasiswa) Boyolali*, Juga menyampaikan orasi yang tak kalah tajam dan membara.
"Kalau Kejaksaan Negeri hari ini masih diam, maka ia bukan saja bersalah karena lalai. Ia bersalah karena menjadi bagian dari konspirasi pembiaran. Dan rakyat Boyolali takkan tinggal diam! Kami—OPM dan elemen sipil lainnya—akan terus datang, terus mendesak, hingga kebenaran yang disembunyikan itu meledak di hadapan publik!”
Tak hanya orasi, massa aksi juga membacakan deklarasi sikap dan petisi rakyat, yang memuat empat tuntutan pokok:
1. *Segera buka kembali dan tuntas seluruh kasus korupsi yang terjadi di masa kepemimpinan keluarga Seno*, termasuk aliran dana proyek, hibah, dan belanja daerah yang selama ini tak tersentuh audit terbuka.
2. *Periksa dan audit ulang Kejaksaan Negeri Boyolali* atas indikasi kuat pembiaran, pengabaian, bahkan potensi konflik kepentingan dalam penanganan kasus korupsi.
3. *Libatkan unsur independen masyarakat sipil, media, dan akademisi lokal* dalam pengawasan jalannya proses hukum, untuk mencegah manipulasi data dan pemutihan politik.
4. *Desak Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung RI untuk mengambil alih kasus besar yang stagnan di Boyolali*, demi menjamin proses penegakan hukum yang bebas dari intervensi lokal.
Aksi ini berlangsung secara damai namun penuh determinasi. Tak ada kekerasan, tak ada kericuhan. Justru ketertiban dan kedisiplinan massa menunjukkan bahwa *kemarahan rakyat hari ini bukan tanpa dasar, bukan tanpa data.* Ini adalah ekspresi kolektif yang tumbuh dari luka-luka publik yang terlalu lama dibiarkan membusuk oleh rezim yang memerintah tanpa malu.
Sebagai penutup aksi, Cak Andong menyatakan bahwa hari ini hanyalah *pembuka narasi panjang gerakan sipil*:
“Kalau hari ini mereka masih pura-pura tuli, besok kami akan datang dengan massa lebih banyak, dengan suara lebih keras. Kami tidak takut! Karena yang kami perjuangkan bukan kekuasaan, tapi kebenaran. Dan kebenaran selalu punya cara untuk menang!”
Aksi ini bukan akhir, tapi awal. Rakyat Boyolali kini sedang bangun dari tidur panjang. Dan ketika rakyat telah bangkit, tak ada satu pun dinasti atau institusi yang bisa berlindung dari pertanyaan paling dasar: *Ke mana keadilan pergi? Dan siapa yang mencurinya?*
(Red/Jatmiko)