Sidang Putusan DKPP Segera Digelar, Ketua KPU Garut Dihantui Bayang-Bayang Sanksi Etik

 

Garut, TribunCakranews.com // Krisis integritas kembali mengguncang penyelenggara pemilu tingkat daerah. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, Dian Hasanudin, akan segera menjalani sidang pembacaan putusan etik pada hari Senin, 14 April 2025 pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang DKPP RI, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat. Hal ini menyusul hasil pengawasan internal (wasnal) KPU Provinsi Jawa Barat dan fakta-fakta dalam persidangan yang menyatakan dirinya terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP), termasuk sumpah/janji jabatan dan pakta integritas. Jumat, 11-04-2025

Perkara nomor 278-PKE-DKPP/XI/2024 ini tidak hanya menempatkan Ketua, tetapi juga seluruh anggota KPU Kabupaten Garut sebagai pihak teradu. Dugaan pelanggaran etik terungkap dalam sidang DKPP yang digelar pada 19 Februari 2025 di Aula Bawaslu Jawa Barat, yang menurut sejumlah sumber mengarah pada indikasi kuat penyalahgunaan kewenangan, konflik kepentingan, serta ketidakpatuhan terhadap prinsip netralitas.

Firmansyah, pihak pengadu dalam perkara ini, memantau proses tahapan sejak awal. Ia menyatakan telah menyerahkan 14 alat bukti kepada majelis DKPP, terdiri dari dokumen resmi dan rekaman video. “Tidak satu pun alat bukti kami berhasil dibantah. Teradu tidak bisa menunjukkan bukti relevan atas dalil yang kami ajukan,” tegas Firmansyah dalam wawancara eksklusif.

Pihak DKPP sendiri mengakui keterlambatan pembacaan putusan akibat tingginya beban perkara serta agenda sidang yang berlangsung di luar kota. Namun, mereka memastikan bahwa putusan akan dibacakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dan para pihak telah menerima surat panggilan resmi.

Investigasi kami menemukan bahwa kasus ini bukanlah satu-satunya indikasi lemahnya pengawasan internal dalam tubuh KPU kabupaten/kota. Sumber internal menyebutkan adanya kultur impunitas yang tumbuh dalam proses rekrutmen dan pengambilan keputusan, di mana pengawasan etik dianggap sekadar formalitas.

Dalam perspektif hukum tata negara dan administrasi publik, pelanggaran semacam ini dapat digolongkan sebagai bentuk penyimpangan terhadap asas akuntabilitas dan kepatutan. Seorang pejabat publik, khususnya penyelenggara pemilu, wajib tunduk pada etika jabatan karena mereka menjalankan fungsi delegasi kekuasaan rakyat. Ketika etik dilanggar, maka prinsip kedaulatan rakyat turut tercederai.

Putusan DKPP pada 14 April mendatang akan menjadi momen krusial. Tidak hanya bagi teradu, tetapi juga bagi kredibilitas lembaga pemilu secara keseluruhan. Jika terbukti dan dikenai sanksi berat, ini bisa menjadi preseden penting dalam penegakan etik pemilu. Namun jika putusan tidak mencerminkan bobot pelanggaran yang terjadi, maka wajar publik mempertanyakan independensi dan ketegasan DKPP.

“Ini soal keadilan elektoral. Kalau penyelenggaranya tidak berintegritas, maka pemilu bisa jadi hanya formalitas demokrasi belaka,” ujar Firmansyah.

Masyarakat menanti Sanksi dan Efek Jera?

Apakah putusan DKPP akan sejalan dengan prinsip moral dan hukum, ataukah justru menjadi titik kompromi di tengah tekanan politik dan birokrasi.


(Asb dan Tim liputan Nasional)

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama