Cilacap, Tribuncakranews.com — Kasus dugaan penyelewengan Pendapatan Asli Desa (PAD) dari retribusi Pasar Desa Karangpucung, Kecamatan Karangpucung, Cilacap, menjadi potret buram pengelolaan keuangan desa di Indonesia. Setelah kepala desa sebelumnya terjerat kasus korupsi, kini muncul dugaan bahwa retribusi pasar, yang seharusnya menjadi sumber pendapatan penting bagi desa, tidak dikelola dengan transparan dan akuntabel.
Ironi di Balik Pasar Desa
Pasar Desa Karangpucung seharusnya menjadi aset yang menghasilkan pendapatan bagi desa. Namun, kenyataannya, pasar ini justru menjadi sumber masalah. Dugaan penyelewengan retribusi pasar mencuat setelah kepala desa sebelumnya terbukti melakukan korupsi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai sistem pengawasan dan pengelolaan keuangan desa yang lemah.
Kronologi yang Memprihatinkan
Setelah kepala desa terjerat korupsi, posisi kepala desa diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt) dan kemudian Penjabat Sementara (Pj). Namun, pergantian kepemimpinan ini tidak membawa perubahan yang signifikan dalam pengelolaan retribusi pasar. Masyarakat dan berbagai pihak, termasuk Ormas Gibas Cilacap, telah menyuarakan aspirasi mereka melalui audiensi dengan pemerintah desa.
Kesepakatan yang Tak Kunjung Terealisasi
Dalam audiensi tersebut, disepakati beberapa poin penting terkait perbaikan tata kelola desa, termasuk pengelolaan retribusi pasar. Namun, hingga saat ini, kesepakatan tersebut belum terealisasi. Pemerintah desa terkesan lamban dan tidak memiliki kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan.
Dugaan Penyelewengan yang Meresahkan
Masyarakat mencurigai adanya penyelewengan dana retribusi pasar. Mereka khawatir bahwa dana yang seharusnya masuk ke kas desa justru digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan desa semakin memperkuat dugaan ini.
Tuntutan Masyarakat yang Tak Kunjung Didengar
Masyarakat Karangpucung menuntut agar pemerintah desa segera bertindak untuk menindaklanjuti kesepakatan audiensi. Mereka juga meminta agar aparat penegak hukum turun tangan untuk menyelidiki dugaan penyelewengan dana retribusi pasar. Namun, suara masyarakat seolah tidak pernah didengar.
Opini dan Analisis
Kasus di Karangpucung ini menggambarkan Problem klasik dalam pengelolaan keuangan desa di Indonesia. Lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi, dan tidak adanya akuntabilitas menjadi faktor utama penyebab terjadinya penyelewengan. Selain itu, mentalitas korup dan tidak bertanggung jawab dari sebagian oknum aparat desa juga menjadi masalah serius.
Harapan dan Rekomendasi
Masyarakat Karangpucung berharap agar kasus ini segera ditangani secara serius oleh pihak berwenang. Mereka ingin melihat adanya perubahan nyata dalam pengelolaan keuangan desa, sehingga retribusi pasar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi kemajuan desa.
Untuk mencegah kasus serupa terulang kembali, perlu adanya reformasi yang komprehensif dalam pengelolaan keuangan desa. Beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
* Penguatan Pengawasan: Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dari pihak internal desa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) maupun eksternal (pemerintah daerah dan masyarakat).
* Peningkatan Transparansi: Pemerintah desa harus lebih transparan dalam pengelolaan keuangan, termasuk memberikan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat mengenai penggunaan dana desa.
* Peningkatan Kapasitas Aparatur Desa: Aparatur desa perlu diberikan pelatihan dan pendidikan yang memadai mengenai pengelolaan keuangan desa yang baik dan benar.
* Penegakan Hukum yang Tegas: Aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku korupsi dan penyelewengan APBDes.
Kasus di Karangpucung harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terkait. Jangan sampai APBDes yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
( Red)