Simalungun, Tribuncakranews.com - Proses hukum terhadap kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang dialami Ali Adam Saragih (44), warga Nagori Buttu Bayu, Kecamatan Silou Kahean, Kabupaten Simalungun, terus bergulir.
Pihak pelapor menilai bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi pada (23 Juli 2025) di warung tuak milik Sedi Sipayung tidak semata-mata dilakukan oleh satu orang, melainkan melibatkan lebih dari satu pelaku, bahkan diduga terjadi atas peran dan pembiaran oknum pangulu setempat.
Peristiwa itu sebelumnya telah dilaporkan ke Polres Simalungun sesuai Laporan Polisi No. LP/B/308/VII/2025/SPKT/POLRES SIMALUNGUN/POLDA SUMATERA UTARA tanggal 23 Juli 2025 dengan terlapor atas nama Sarimuliaman Damanik, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, pelapor merasa belum terpenuhi rasa keadilan, karena menurutnya yang menganiaya dirinya bukan hanya satu orang, melainkan dilakukan secara bersama-sama.
Menurut keterangan Ali Adam Saragih menerangkan peristiwa bermula dari persoalan di lahan warisan peninggalan kakeknya, pada tanggal 22 Juli 2025 pagi. Saat itu dirinya bersama saudara-saudara sepupunya sedang bekerja di ladang tersebut. Sejurus kemudian terdengar suara mesin pemotong kayu di sekitar lokasi. Setelah dicek, ternyata sejumlah orang, termasuk Master Damanik, sedang menebang pohon di lahan yang menurutnya masih menjadi bagian dari lahan warisan kakeknya tersebut.
Mendapati hal itu, dia kemudian mempertanyakan sembari menegur sejumlah oorang dimaksud.
“Saya tanyakan mereka kenapa menebang di situ, karena setahu saya itu masih tanah warisan kami. Tapi mereka malah marah dan berkata kasar. Salah satunya bahkan bilang ‘Bapakmu pun dulu kami pukuli’,” tutur Ali Adam sembari menirukan ucapan salah satu orang yang berada di lokasi tersebut, saat diwawancarai di salah satu kedai kopi di Pematangsiantar, Jumat (10/10/25) sore.
Melihat percekcokan tersebut, Jalansen Saragih, salah satu saudara sepupu Ali Adam Saragih yang pada saat itu turut bekerja sama-sama dengan Ali Adam di lahan tersebut, datang untuk mencoba menenangkan situasi. Serupa dengan Ali Adam, Jalansen mempertanyakan sejumlah orang tersebut terkait dengan siapa yang menyuruh melakukan penebangan di lokasi dimaksud.
Dari pembicaraan di lapangan saat itu, akhirnya pihak Ali Adam Saragih mengetahui bahwa kelompok penebang tersebut bekerja atas suruhan Pangulu Nagori Buttu Bayu, Sariman Sipayung.
Mendengar hal itu, dan tidak ingin situasi semakin memanas, akhirnya Jalansen Saragih meminta sejumlah orang tersebut untuk menghentikan sementara akktifitas penebangan. Jalansen mengatakan, jika pangulu yang bersangkutan menganggap bahwa lahan dimaksud adalah miliknya, dirinya bersama para sepupunya yang merasa bahwa lahan itu adalah warisan kakeknya, siap untuk duduk bersama dengan panglu dimaksud untuk membicarakan masalah tersebut.
“Ya udah. Kalau pangulu merasa (lahan) itu miliknya, kami siap bertemu dan berbicara membahas ini dengan pangulu. Kami menunggu pangulu membicarakan ini. Itu saya bilang ke mereka,” kata Jalansen mengulangi kata-kata yang disampaikannya ke sejumlah orang tersebut, saat memberikan keterangan kepada wartawan mendampingi Ali Adam.
Saat itu, Jalansen menyarankan jika pangulu ingin bertemu membahas persolan tersebut, pihaknya siap menunggu di rumah Ali Adam Saragih.
Perdebatan di lokasi kemudian mereda, dan akhirnya mereka membubarkan diri dari lokasi.
Kemudian untuk memenuhi komitmennya menunggu pangulu untuk membicarakan masalah dimaksud, maka Jalansen Saragih bersama dengan sejumlah saudara sepupunya pada hari itu juga menunggu kehadiran pangulu di rumah Ali Adam Saragih. Namun, hingga larut malam, pangulu dimaksud tak kunjung datang.
Merasa bahwa pangulu tidak akan hadir lagi pada hari itu, maka Jalansen Saragih bersama beberapa orang saudara sepupunya memutuskan untuk pulang dari rumah Ali Adam Saragih. Jalansen dan enam orang sepupunya pulang menggunakan mobil, sementara dua orang sepupunya yang lain masing-masing menggunakan sepeda motor. Saat itu sekira Pukul 24.00 WIB.
Di tengah perjalanan, di jalan Dusun Gunung Bayu Nagori Buttu Bayu, tepatnya di depan warung tuak milik Sedi Sipayung, sejumlah orang tiba-tiba mencegat rombongan Jalansen Saragih tersebut. Seingat Jalansen, salah satunya bernama Jansen Purba. Merasa kaget karena dicegat, akhirnya rombongan itu berhenti. Ada juga yang melarikan diri untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Saat itu, Jalansen masih tetap berada di dalam mobil. Sejumlah orng tersebut termasuk Jansen Purba memaksana untuk keluar. “Turun dulu kau. Jumpai pangulu. Ngomong dulu sama pangulu”. Demikian seingat Jalansen kata-kata yang diucapkan orang-orang yang mencegat itu.
Seingat Jalansen, Jansen Purba menarik tangannya untuk memaksanya turun dari mobil. Merasa terintimidasi, akhirnya Jalansen Saragih menuruti untuk menemui pangulu tersebut di dalam warung tuak milik Sedi Sipayung. Disana, pangulu sudah menunggu bersama sejumlah orang termasuk Master Damanik dan Sarimuliaman Damanik. Baru saja masuk ke dalam warung itu, sejumlah orang tersebut sudah melontarkan kata-kata dengan nada keras kepada Jalansen Saragih. Ada yang memukul meja kuat-kuat terkesan mengintimidasi.
Pangulu Buttu Bayu, Sariman Sipayung, kemudian mempertanyakan apa dasar dan alasan Jalansen Saragih dan kelompoknya menyetop pengerjaan lahan tersebut. Menanggapi hal itu, Jalansen mengatakan agar batas-batas terhadap lahan itu diperjelas dulu biar tidak ada masalah di kemudian hari.
Saat pembicaraan masih berlangsung, sejumlah orang yang saat itu berada di warung dimaksud tetap bertingkah terkesan mengintimidasi Jalansen. Bahkan ada yang mengatakan “Bunuh saja ini pangulu. Tanggungjawablah aku di situ” sembari menunjuk Jalansen.
Bukan hanya itu, pada saat jam sudah menunjukkan dini hari saat itu, sejumlah orang tersebut dengan sepengetahuan dan sepenglihatan pangulu sendiri, pihak Jalansen Saragih juga dipaksa untuk menghadirkan Ali Adam Saragih di warung tersebut untuk bertemu dengan pangulu. Karena desakan itu, akhirnya Ali Adam Saragih dijemput dari rumahnya untuk hadir ke warung dimaksud.
Kehadiran Ali Adam membuat situasi semakin memanas. “Ininya ketuanya, ininya ketuanya itu”. Demikian seingat Jalansen kata-kata yang dilontarkan sejumlah orang di warung itu. Kemudian pangulu mempertanyakan apa maksud dari kata-kata Ali Adam yang menyatakan “gubuk ini pun bisa kubakar”, yang menurut pangulu dilontarkan Ali Adam saat terjadi perdebatan di lahan yang bersangkutan.
Belum sempat menerangkan dengan baik, salah satu sepupu Ali Adam yang saat itu juga berada di warung terlibat pergesekan dengan salah seorang yang diduga memihak kepada pangulu. Orang tersebut membenturka kepalanya beberapa kali ke muka sepupu Ali Adam tersebut. Pergesekan itu membuat situasi memanas. Ali Adam kemudian berdiri untuk mencoba melerai. Kemudian, saat itu secara tiba-tiba Sarimuliaman Damanik melayangkan tinjunya ke wajah Ali Adam.
Dalam situasi tegang itu, Ali Adam berupaya melindungi diri. Saat itu, dia merasa dirinya ada juga yang memukulnya dari arah belakang, ada yang memegang tangannnya dengan kuat sehingga dia tidak bisa leluasa untuk menghindar dan melindungi diri. Akhirnya karena situasi tegang itu, orang-orang lain di sekitar lokasi turut datang untuk menenangkan situasi. Bahkan, saat Ali Adam sudah berupaya beranjak melindungi diri, Sarimuliaman Damanik masih berusaha mengejarnya.
Yang memperburuk keadaan, pangulu yang berada di lokasi tidak melakukan upaya apa pun untuk menghentikan peristiwa tersebut, meskipun dirinya menjadi pihak yang semestinya mampu menenangkan situasi. Hal inilah yang kemudian dinilai sebagai bentuk pembiaran atau bahkan pemicu konflik oleh pihak pelapor.
Kini, korban telah menunjuk penasihat hukumnya, Candra Malau, S.H., untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. Menurut Candra, dari uraian kronologis dan keterangan saksi, kuat dugaan bahwa tindak kekerasan tersebut dilakukan secara bersama-sama, bahkan tidak tertutup kemungkinan melibatkan pihak pangulu sebagai pemicu atau yang membiarkan kejadian itu berlangsung.
"Dari uraian kronologis dan keterangan saksi, kuat dugaan bahwa peristiwa ini bukan hanya penganiayaan individu, tetapi penganiayaan secara bersama-sama yang melibatkan lebih dari satu pelaku. Kami juga menilai bahwa pangulu yang saat itu berada di lokasi, seharusnya bisa meredam situasi. Dia punya peran dan tanggung jawab moral untuk itu. Apalagi ini berkaitan dengan kepentingan dirinya,” ujar Candra Malau, S.H., penasihat hukum pelapor, Jumat (10/10/2025).
Lebih lanjut, Candra Malau menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan perluasan laporan polisi untuk meminta aparat penegak hukum memeriksa dan menindak pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk mereka yang diduga melakukan intimidasi, kekerasan, atau turut serta dalam tindak pidana tersebut.
“Kami akan memastikan kasus ini diusut secara menyeluruh dan adil. Tidak boleh ada yang kebal hukum, termasuk apabila ada pejabat desa yang diduga berperan sebagai pemicu atau membiarkan kekerasan terjadi di hadapannya,” tegas Candra Malau.
Pihak pelapor berharap Polres Simalungun menangani kasus ini secara profesional dan transparan, serta memberikan perlindungan hukum kepada korban dan saksi-saksi yang terlibat dalam proses penyidikan.
Pangulu Sariman menjelaskan kepada awak Media,saya sebagai Pangulu tak benar pemicunya,malah saya telah mediasi ujar Nya.
Selanjutnya dikatakan nya, mereka telah saling melaporkan kejadian tersebut ujar Pangulu.
(S.Hadi P.Tambak)