Polemik Penanganan Kasus WNA Rusia di Kuta Utara: Surat Terbuka Dilayangkan ke Jenderal Abdul Karim

BALI, TRIBUNCAKRANEWS.COM  |16/05/2025– Suasana tenang kawasan wisata Kuta Utara kembali terusik dengan mencuatnya kasus dugaan peredaran uang palsu yang menyeret seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Rusia berinisial RL. Namun bukan soal dugaan pemalsuan uang yang menjadi sorotan utama, melainkan kejanggalan prosedural penanganan kasus oleh aparat Polsek Kuta Utara yang kini menjadi perhatian publik.

Puncaknya, seorang jurnalis investigasi bernama Netty secara resmi melayangkan Surat Terbuka kepada Jenderal Abdul Karim, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian (Kadiv Propam) Markas Besar Polri.

Netty: “Kasus Ini Janggal dan Menyalahi SOP”

Dalam pernyataannya kepada media, Netty menyoroti bahwa kasus yang menimpa RL sarat kejanggalan dan tidak mengikuti prosedur standar operasional (SOP) dalam penanganan dugaan tindak pidana.

“Barang bukti berupa uang tunai memang disita. Tapi anehnya, tidak satu pun nomor seri dari uang tersebut dicatat secara rinci dalam berita acara serah terima,” ujar Netty, Jumat (16/05).

Disebutkan bahwa uang yang disita terdiri dari:

Rp39.900.000 (399 lembar pecahan Rp100.000)

€5.000 (250 lembar pecahan €20)

$500 (5 lembar pecahan $100)

Namun dalam dokumen resmi dari kepolisian, tidak terdapat keterangan nomor seri mata uang yang menjadi barang bukti utama dalam dugaan peredaran uang palsu.

Sudah Dibebaskan, Tapi Uang Masih Ditahan

RL sendiri dikabarkan sudah tidak lagi ditahan oleh pihak Polsek Kuta Utara. Namun, barang bukti uang tunai miliknya masih tertahan, dan hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari penyidik terkait keberadaan uang tersebut.

“WNA itu bebas, tapi uangnya tidak. Ini menimbulkan tanda tanya besar. Apakah ada permainan di balik ini?” tanya Netty.

Potensi Gangguan pada Kepercayaan Wisatawan

Netty mengingatkan bahwa Bali adalah wajah pariwisata Indonesia. Kasus seperti ini, jika tidak ditangani secara transparan, berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan dari wisatawan mancanegara.

“Bukan tidak mungkin wisatawan asing takut membawa uang tunai, takut dikriminalisasi, atau kehilangan haknya hanya karena SOP tidak dijalankan,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan harapannya kepada seluruh anggota Polri di wilayah Bali agar ke depan, lebih responsif terhadap permintaan klarifikasi dari pihak media. Menurutnya, ketertutupan justru membuka ruang spekulasi dan memperburuk citra institusi.

Tuntutan dalam Surat Terbuka

Surat terbuka yang dilayangkan Netty berisi dua tuntutan utama:

1. Pengembalian seluruh barang bukti uang tunai milik RL, karena tidak terbukti bersalah.

2. Transparansi dalam proses penyidikan, khususnya pencatatan barang bukti, yang seharusnya mencakup detail seperti nomor seri uang.

Tembusan Surat Juga Dikirim ke Lembaga Terkait

Surat tersebut juga ditembuskan kepada beberapa institusi strategis, di antaranya:

Komisi III DPR RI

Kapolri

Irwasum Mabes Polri

Polda Bali

Polres Badung

Propam Polri dan Polda Bali

Polsek Kuta Utara

Unit Reskrim Polsek Kuta Utara

Penutup: Saatnya Kepolisian Bergerak Cepat dan Transparan

Kasus ini menjadi semacam cermin bagi aparat penegak hukum: integritas tidak hanya diuji dalam ruang sidang, tetapi juga dalam administrasi barang bukti. Netty menutup pernyataannya dengan sebuah harapan:

“Jika Polri ingin dipercaya publik, maka jawab setiap pertanyaan media dengan jujur, proses setiap kasus dengan adil, dan jangan pernah sembunyikan kejanggalan di balik prosedur.”

Warga Bali kini menanti—apakah suara dalam surat terbuka ini akan dijawab secara terbuka juga?

Marno

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama